ILU

Duduk di toilet, menggoyang-goyangkan kaki, gusar menunggu.

Sudah 5 menit.

Meraih test pack, mengintip sedikit, lalu terbelalak.

Positif.

Menghela nafas, mengacak-acak rambut, mengkhawatirkan bulan depan.

Kacau.

Mencari jalan keluar, mengambil ponsel, menekan tuts.

08536031**75

Mendengar nada sambung, berharap cemas, menggigit ujung bibir bawah.

Diangkat.

Berbicara terbata-bata nyaris terisak, menunjuk Peter sebagai pelaku, lalu menggumamkan sebuah ide.

Aborsi.

Lalu kembali menekan tuts ponsel, mengirim sebuah sms, memilih nomor Randi.

“Missing you already, honey. Can’t wait for our wedding next month. Love you.”

Mengambil tas jinjing, keluar dari toilet, merapikan riasan di depan cermin.

Bernafas lega.


Karena Kamu

Karena kamu ada, maka aku merasa berdua

Jika kamu tiada, mungkin sendirian akan semakin kentara saja terasa

Walau dia, dia, dan mereka terus saja berkoar-koar di sudut telinga sana

Bahwa inilah sahabat dan seperti itu adanya, selamanya

Tapi itu semua karena kamu ada, maka kurasa ramai dunia

Walau mungkin hanya fatamorgana


Teman Itu...


Teman itu ada untuk menyemarakkan suasana, menepikan sunyi, dan membunuh sepi. Menyembuhkan luka, menyemangati putus asa, mengembalikan mood seperti sedia kala. Namun, saat teman tidak lagi ada, hanya hampa tersisa. Termanggut, di salah satu jendela berbingkai aneh, tidak petak, pun tidak bundar. Mungkin sejenis jajargenjang atau belah ketupat. Entahlah. Lupakan. Karena ini bukan soal jendela.

Teman itu ada untuk berbagi segala cerita, senang, sedih, bahagia, terluka, bahkan odol apa yang dipakai sebagai teman sikat gigi pagi ini. Begitulah teman. Menghangatkan di kala dingin. Dan menenangkan di kala resah. Namun, saat teman tidak lagi ada, untuk menemani hari-hari yang selalu berlalu sama, hanya perih terasa. Bahwa mereka mungkin telah lupa. Mungkin juga telah punya pengganti diri kita. Atau bahkan yang lebih menyakitkan, mungkin sudah terlalu muak saling bertatap muka.

Teman datang, pergi, kembali, hilang. Dalam hitungan hari, bulan tahun. Teman bukan hanya sekedar pajangan. Yang hadirnya terasa semu, yang kadang mengerti, kadang memaki. Teman itu ada, untuk membuat kita merasa nyaman dan berharga, membuat kita yakin dan percaya bahwa kita layak disanjung, layak dikasihi, layak dicintai. Namun, jika hadir seorang teman tidak lagi bisa kita rasa, apa iya harus mematri hati memaku kaki, bersumpah akan sendiri sampai dunia benar-benar sepi hingga kita terkubur mati?


Bapak?!


Malam belum begitu larut. Namun, Suratsih sudah duduk manis di atas tempat tidur kayunya. Menunggu suaminya selesai mandi. Suratsih membenarkan letak dasternya. Sudah senyum-senyum ia sedari tadi. Pasalnya ini kali pertama dia akan melayani suaminya lagi setelah kecelakaan dua bulan lalu. Tergelincir di kamar mandi. Lantai kamar mandi yang hanya disemen halus licin akibat lumut yang tumbuh. Selama sebulan Suratsih dirawat di rumah sakit dan sebulannya lagi dirawat di rumah oleh sang suami.

Pun tidak dapat mengingat apa-apa tentang suaminya, bahkan tentang dirinya, Suratsih merasa sangat dekat dengan pria yang dipanggilnya dengan sebutan ‘Mas’ itu. Maka, tak elak ia percaya begitu saja bahwa Mas Hendro adalah suaminya. Tidak ada suatu keraguanpun. Walau Mas Hendro terlihat jauh lebih tua darinya. Ah, bukan suatu keanehan memiliki suami yang umurnya terpaut jauh, pikir Suratsih.

Di awal Suratsih menanyakan siapa dirinya, terdapat raut kaget di wajah Mas Hendro. Namun, perlahan raut itu mengendur. Sedetik kemudian senyum Mas Hendro tersungging sembari berkata, “Aku suamimu, Sih.”

Langkah kaki terdengar semakin jelas mendekati kamar Suratsih. Dag-dig-dug seeeer jantung Suratsih. Pipinya bersemu merah jambu. Merasa seperti malam pertama. Mungkin karena sakit amnesianya, ia merasa asing.

Pintu kamar bergeser lalu tampaklah sesosok lelaki paruh baya berperut buncit dan hanya dililit handuk sepinggang. Ia tersenyum pada Suratsih. Perempuan itu membalasnya, namun tidak dapat dipungkiri ada rasa grogi menyelusup. Perlahan Mas Hendro mendekati Suratsih, naik ke atas tempat tidur lapuk yang banyak berderit.

Sepasang mata Mas Hendro mulai jelalatan ke atas tubuh Suratsih yang masih dibalut daster. Lelaki itu meraih pundak Suratsih dan mulai menanggalkan daster Suratsih. Diam, Suratsih mematung. Lalu Mas Hendro mulai menikmati tubuh Suratsih. Diam, Suratsih masih mematung. Ia merasakan perutnya bergolak hebat. Dan tiba-tiba ia merasa sangat pusing.

Suratsih mengaduh, namun Mas Hendro acuh. Dipikirnya Suratsih menikmati apa yang sedang terjadi. Pusing itu semakin menjadi, kini Suratsih merasa kepalanya akan copot. Tak ayal Suratsih mendorong Mas Hendro ke sisi tempat tidur. Aduhannya semakin keras. Sakit sekali.

Mas Hendro bingung. Setengah ketakutan. Tidak tahu ada apa dengan istrinya. Baru saja foreplay, kenapa Suratsih sudah kesakitan begini?

Panik, Hendro lalu mendekati Suratsih. Diguncang-guncangkannya pundak Suratsih hingga perempuan itu tergeletak.

“Kamu kenapa, Sih?! Kenapa?!”, tanya Hendro penuh khawatir.

Suratsih memegang kepalanya. Masih mengaduh. Dibukanya matanya perlahan lalu ia menangkap sosok Mas Hendro tengah mengangkanginya. Juga dirinya yang sudah tidak berdaster.

Dengan kaget ia berseru, “Bapak?!”


Sebelas Kutukan


Okay, jadi saya menulis ini karena saya telah dikorbankan oleh seseorang bernama Teguh yang dengan teganya mengutuk saya dengan Kutukan Sebelas yang apabila tidak saya selesaikan, maka…

Maka…

Maka…

Sebenernya nggak bakal ada apa-apa.

#ditimpuk pake bata

Saya tertantang aja untuk menjawab sebelas pertanyaan dari temen saya ini. Tapi, Guh, saya nggak bakal buat Sebelas Kutukan baru untuk teman-teman saya yang lain. Biarkanlah kutukan ini berakhir di saya…biarkan…jangan…jangan tahan saya…jangan…

Temen-temen, saya sayang kalian…

-ENOUGH-

So, here are the Sebelas Kutukan:
 
1.      Kalau kamu adalah tokoh dari sebuah cerita novel, ingin dituliskan seperti apa dan ingin punya cerita seperti apa?

Saya selalu mengagumi Arai :)
Bukan berarti saya pengen jadi laki-laki. Saya mengagumi semangat hidupnya, keceriannya, juga optimismenya.
Untuk cerita, well, pengen keliling dunia.

2.      Apa yang akan kamu lakukan ketika kamu ada dalam satu ruangan yang luasnya setengah dari tinggi kamu?
  
Ngambil hp, konek ke fb, trus update status.

3.      Tahu tentang mitos guanya Plato? Kalau iya. Tolong jelaskan.

Krik….krik…krik…
Itu soal ujian PPKn, bukan?

4.      Jika kamu seorang penyanyi, genre musik apa yang akan kamu pilih?

Rock, absolutely. Eh, tapi kayaknya keroncong juga asik

5.      Film yang paling menginspirasi hingga kini? Kenapa?
      
      I think it's A Cinderella Story yang Hillary Duff. 
     Saya sangat suka 2 kalimatnya: "Never let the fear streaking out, keeping you from playing the game." dan "Waiting for you it's like waiting for rain. Useless and disappointed."
 Ngena aja rasanya.

6.      Sudah mulai menulis dari kapan? Apa yang menyenangkan yang bisa kamu dapatkan ketika menulis?

Dari TK. Nulis a, be, ce, satu, dua, tiga. Becandut. Sejak kelas 2 SMP.
There is something when I write, seperti perasaan puas, senang, tenang, dan juga nyaman.

7.      Jika kamu boleh memilih seseorang untuk dijadikan pasangan abadimu di dunia dan akhirat. Siapa yang akan kamu pilih? Tuliskan namanya.

Ini pertanyaan menjebak, bencwi dweh eyke sama yey, cyiiin…

Mike Shinoda.
Piss off, huh?
8.      Binatang apa yang menurutmu paling pintar? Kenapa?

Kayaknya ikan deh. Soalnya banyak mengandung omega 3 yang bagus buat fungsi otak.
#eaaaa…garing
Bagi saya semua binatang itu pinter. Apalagi kalo yang halal dimakan.

9.      Jika di depanmu ada makanan dari seluruh dunia. Makanan apa yang akan kamu ambil terlebih dahulu?

Makanan Korea. Tokpokgi salah satunya. They always look so delicious on TV.

10.  Hal terbodoh apa yang sudah kamu lakukan selama hidup hingga sekarang?

Kehilangan beberapa sahabat.

11. Apa yang kamu ingin katakan kepada seseorang yang tidak pernah mau diberi nasihat? 
       
      Sak karepmu…


Happy Birthday To ME!

Pernahkah sangat menunggu sebuah ucapan dari seseorang hingga kamu susah terlelap?
Dulu saya nggak ngerti rasanya apa. But now, I did.
Dan rasanya sa.....ngat lama, Sodara-Sodara. Waktu berjalan begitu lamban. Yup. And everything gets freezing.

Tidak ribet. Hanya sebuah ucapan selamat di urutan pertama. Sebelum orang lain juga mengucapkannya. Hanya itu. Bukan kado sebesar dan semahal itu. Hanya sebuah ucapan.
Yah, tapi apa hendak dikata, bila pemilik ucapan yang 'seharusnya' pertama itu sudah terlelap (mungkin).
Ya sudah, selamat ulang tahun saja buat diri saya sendiri.
May have all the right things to do :)