Backpacker Abal-Abal yang Gagal

Tetiba, saya mengangeni 2 sahabat saya, Intan dan Rudi. Dan tentang banyak hal-hal konyol namun menarik yang kami lakukan bersama. Hal-hal sederhana yang tidak pernah dipikirkan orang sebelumnya.

Pikiran saya melaju mundur ke satu kenangan khas yang hanya pernah saya lakukan bersama mereka, yaitu menggembel.

Ya, kami 3 backpacker gagal yang mencoba puas dengan segala keterbatarsan izin dan finansial mengelilingi kota Banda Aceh tercinta ini dan terus berangan-angan suatu saat nanti kami bias menjelajahi kota-kota lainnya, bahkan di negara lainnya. Amin.


 Saya, Intan, dan Rudi

Mungkin 2 tahun silam, saya, Intan, dan Rudi –di antara penatnya pikiran akibat tuntutan usia dan orang sekitar- memutuskan untuk berjelajah sebentar di kota kelahiran kami, Banda Aceh. Berbekal uang seadanya dan motor yang sengaja diparkir, penjelajahan kami di mulai di Mesjid Raya Baiturrahman.


Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh

Lahir, tinggal, dan tumbuh di kota ini tidak menjamin setiap warganya pasti, pernah, bahkan sering menjejakkan kaki di bangunan agung ini. Termasuk saya. Dan 2 orang sahabat saya. Bisa dihitung dengan jari berapa kali kaki saya pernah menapak di tanah ini dan kening saya pernah bersentuhan dengan lantainya. Ada alas an mengapa kami memilih memulai pernjelajahan di titik ini. Selain karena letaknya yang tepat di tengah-tengah kota –sehingga memudahkan kami untuk berkeliling dengan berjalan kaki- juga karena sudah masuk waktu Dzuhur.



Menara Mesjid Raya Baiturrahman


Jangan ragukan keindahan bangunan ini. Saya sungguh masih berdecak kagum setiap kali masuk dan melihat interior keseluruhan ruangan. Elok. Ditambah dengan hawa sejuk yang sangat kontras dengan teriknya matahari di luar sana, membuat saya betah berlama-lama di dalamnya.


Interior Mesjid Raya Baiturrahman

Setelah puas menjelajahi setiap sudut Mesjid Raya, kami –backpacker gagal- melanjutkan perjalanan ke sebuah pemakaman Belanda, Kerkhof. Namun, di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak di Blang Padang untuk menikmati sepiring batagor terlezat di kota Banda Aceh yang hanya seharga Rp. 5.000 per porsi.


Sepiring Batagor Terlezat di Banda Aceh


Blang Padang merupakan sebuah lapangan tempat kegiatan-kegiatan umum, seperti upacara 17 Agustus atau pameran. Disini terletak sebuah pesawat yang menjadi monumen kebanggaan karena merupakan pesawat pertama yang dimiliki Indonesia yang dananya berasal dari Aceh.



Ecek-ecek backpacker


Meloncat sedikit ke seberang, akhirnya kami tiba di Kerkhof.

Kerkhof adalah pekuburan bagi prajurit Belanda yang gugur di dalam perang Aceh. Pada pintu masuknya, ada semacam gapura yang di dindingnya dipahat nama-nama tentara Belanda yang tewas lengkap dengan lokasinya.Tentara yang berperang bersama Belanda tidak hanya berasal dari negara kincir angin itu saja, namun ada juga tentara pribumi yang berasal dari Ambon, Batak, dan Jawa yang ikut berperang membela Belanda. Maka, tidak heran ada banyak nama-nama lokcal yang terukir di dinding pintu masuk pemakaman ini.


Pintu masuk Kerkhof yang mirip gapura


Ada dua hal yang paling saya sukai dari pekuburan ini, yang pertama adalah langitnya yang selalu tampak indah. Saya begitu mengagumi bagaimana perpaduan rumput, batu-batu nisan dan langit yang biru bisa sangat epic di mata saya. Yang kedua adalah suasana yang begitu tenang disini. Lupakan soal angker, saya sama sekali tidak merasakannya. Kecuali kalau datangnya di malam hari. Mungkin saja.


 Entah apa maksudnya





Nama tentara Belanda beserta lokasi mereka gugur, semua diukir di sepanjang dinding pintu masuk
Keheningan, rumput yang hijau, dan langit yang biru

Puas menjelajahi Kerkhoff, perjalanan dilanjutkan ke taman sari. Mau ngapain kesana? Main ayunan dong.

Nggak. Saya bercanda. Ini dikarenakan usia dan pola hidup tidak sehat, kami yang baru sekali ini berjalan kaki sudah kecapekan juga kehausan. Uang di kantong hanya tinggal 6 ribu sedangkan kami butuh minum. Akhirnya kami membeli 2 botol air mineral dan dibagi 3. Miris.

Dengan peluh yang membanjiri, nafas yang terengah-engah, ketek yang baunya sudah tidak tertahankan, uang yang terkuras habis, kami memutuskan untuk mengakhiri penjelajahan ala-ala backpacker ini. Dengan langkah terseok, kami kembali ke parkiran Mesjid Raya untuk mengambil motor masing-masing dan berpisah menuju rumah masing-masing.

Saya benar-benar merindukan kenangan itu. Semoga nantinya kita bisa berjalan kaki lagi mengelilingi kota –di lain negara. Doakan saja.