untitled.

Dan kamu akhirnya pergi juga, seperti yang telah kukira-kira, tanpa aba-aba.

Matikan saja semuanya. Semua hal yang bisa menghubungkan kita. Kamu telah melakukannya dengan baik sejauh ini, terima kasih, aku akan sedikit membantu meringankan jalanmu melangkahkan kaki.

Benci aku jika itu memang perlu. Agar langkahmu lebih ringan dari sehelai bulu. Dan jangan kembali dengan senyum itu. Aku tidak suka ditinggalkan dengan caramu. Aku tidak suka mendapati semua pesanku tertahan di ujung sana, sedangkan kamu nyata sedang terjaga. Aku tidak suka menyadari, bahwa kamu sedang mengusirku lebih jauh lagi dari hidupmu.

Aku marah. Ya. Setelah sebelumnya berucap maaf lalu tersadar, kamu sudah terlebih dahulu bertindak tanpa satu kabar saja.

Dan terima kasih untuk……




apa saja yang pantas…

"Somebody That I Used To Know"

Masih saya ingat jelas berita-berita tentang seorang artis dangdut yang “kemana…kemana” dan pacarnya yang berpotongan rambut cepak berseliweran di banyak channel tv nasional. Oh, kala itu saya berpikir, beruntungnya si artis ini, diberi nama sesuai parasnya –Ayu-, tenar dadakan dan langsung bisa memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya, dan dengan tiba-tiba muncul seorang prince charming  yang konon katanya pengusaha tapi masih tetap berusaha mengekori si Ayu ini kemana pun ia pergi. Mereka terlihat seperti anak kembar, menurut saya, ketimbang sepasang kekasih.

Waktu bergulir, berita gosip yang ditonton marathon oleh Ibu saya masih saja menampilkan wajah sang biduan dan kekasih plontosnya. Tapi kali ini mereka akan segera melangsungkan pernikaha. Ah, lagi-lagi sejumput rasa iri menggelitik sudut hati saya. Cantik, muda, kaya, dan mendapatkan cinta.

Namun, ada yang aneh kemudian. Acar gosip di tv tidak lagi menyajikan kemesraan sang biduan yang baru saja menyandang gelar istri, namun pertengkaran demi pertengkaran dan sang biduan sedang hamil.

Mereka bertengkar, selayaknya musuh yang sebelumnya tidak pernah mengenal, yang sebelumnya bukan sepasang kekasih. Tidak ada cinta disana, tidak ada sayang. Yang ada hanya amarah dan dendam.

Now and then I think of when we were together
Like when you said you felt so happy you could die
Told myself that you were right for me
But felt so lonely in your company
But that was love and it's an ache I still remember

You can get addicted to a certain kind of sadness
Like resignation to the end, always the end
So when we found that we could not make sense
Well you said that we would still be friends
But I'll admit that I was glad it was over

Dan di antara ketiadaan kerja dan gaji seperti ini membuat saya semakin punya waktu untuk berpikir. Cinta bisa hilang, berubah menjadi dendam, lalu saling tidak mengenal. Cinta bisa membuat orang menempel setiap saat lalu berubah memaki siapa saja. Cinta bisa terwakilkan lewat senyuman, sedetik kemudian cinta bisa berubah menjadi hinaan, hilang tak berbekas.

Lalu mengapa masih saja orang mengambil cinta sebagai acuan untuk hidup bersama?

Karena tidak akan ada yang tahu selain Tuhan rupa cinta yang sesungguhnya. Kadang ia bersayap putih, namun tak jarang ia bertanduk dua. Kadang ia tulus mengisi relung, namun bukan tidak mungkin ia punya maksud lain di baliknya.

Who knows?

But you didn't have to cut me off
Make out like it never happened and that we were nothing
And I don't even need your love
But you treat me like a stranger and that feels so rough
No you didn't have to stoop so low
Have your friends collect your records and then change your number
I guess that I don't need that though
Now you're just somebody that I used to know

Dan suara Gotye masih mengalun indah di kedua telinga saya.





Fly....Fly...Away...

Aku ingin terbang. Mungkin ke Nigeria, atau langit Segitiga Bermuda. Kemana saja. Satu hal yang kutahu, tidak ada kepastian sebelum sebuah keraguan. Kita tidak mungkin bisa melihat pelangi, sebelum hujan pergi. Ada atau tidak adanya luka setelah pertengkaran, itu semua tergantung dari caramu menyikapinya. Pilih disayat dengan belati atau berpura-pura tergores pisau mainan. Jangan katakan padaku tentang harga diri, atau ceritamu soal dikhianati. Tidak akan lebih mengerikan dari air mata Ibumu. Ibumu. Tapi mungkin kamu tidak tahu, atau sengaja menolak tahu. Atau bisa saja cinta yang sekarang memutar kepalamu kemana ia mengarahkannya.

Aku terkesiap. Tatkala jarimu menunjuk-nunjuk jumawa ke seluruh penjuru. Siapa yang sebenarnya coba kau ajari? Aku duduk di sudut ruangan menggigil ngilu. Siapa yang sebenarnya coba kau congkaki?

Mungkin aku.Mungkin Ibumu. Tidak mungkin perempuan itu.

Segala yang telah terjadi. Semua air mata yang terbias selama ini. Aku tidak mengutuk, tidak juga menyumpahi.

Hanya saja…

Aku ingin terbang. Mungkin ke Nigeria. Atau langit Segitiga Bermuda.





Bukan Soal Nikahan

Kamu ketipu.

Menikah itu simple, prosesi adatnya yang njelimet. Dan saya sebenarnya ogah-ogahan untuk menikah dengan selebrasi menurut adatnya. Lalu teman saya malah bertanya, “Memang keluarga kamu punya satu adat yang dipegang?”

Pertanyaan yang sopan untuk dibelai pelan pipinya dengan kaki…

Saya sudah berumur 25 tahun. Umur di saat teman-teman sudah banyak yang menikah dan kantong sering tipis karena banyaknya kado pernikahan yang harus dibeli. Ini sungguh bikin nasib saya miris. Tapi yang membuat ngeri bukannya gaun yang akan dipakai ke acara resepsi, ataupun korset yang terpaksa dipakai untuk meratakan perut guna mempercantik bentuk tubuh dan gaun yang dipakai, tapi tidak lain dan tidak bukan adalah melihat mempelai wanita dengan baju adat lengkap dan make-up yang aduhai-aduhai-moleknya-wajahnya-kini. Kira-kira seperti itu.

Sekarang ini, kalau saya liat-liat sebatas mata saya memandang, gundukan di atas kepala pengantin wanita semakin tinggi saja. Yang paling hebat yang pernah saya liat ada 8 gundukan. Kenapa gundukan? Mari kita ganti dengan undakan. Jadi, 8 undakan. Lalu pengantin wanitanya belum sampai jam 12 sudah mimisan kemudian pingsan dengan sempurna.

Ahh…sungguh saya teramat-sangat ketakutan membayangkan gundukan eh undakan itu nangkring manis di atas kepala saya. Maka, saya sangat berharap di saat saya menikah nanti, akan ada orang kaya dermawan yang mengadakan acara nikah massal. Sungguh, saya adalah orang yang pertama akan mendaftar. Setelah ijab qabul, bisa langsung pulang dan tidur-tidur di rumah. Tidak harus mimisan, tidak harus pingsan. Dan yang paling utama, leher saya tidak akan patah.

Sekian isi kepala saya setelah melihat foto-foto resepsi pernikahan teman-teman saya yang sengaja diunggah di media sosial. Bukannya ngiri, saya malah ngeri.




P.S: Itu bukan foto temen saya. Kamu ketipu.

Garuk-Menggaruk

Punya luka di badan itu nggak enak. Beneran. Apalagi kalo mulai sembuh dan kering, itu adalah momen paling gak enak di dalam perjalanan mengalami luka. *halah

Luka yang akan segera membaik dan telah mengalami pengeringan di pinggirannya akan terasa sangat gatal dan minta digaruk banget. Silap-silap iman, luka itu sudah kembali berdarah dan ia gagal sembuh. Itu terjadi karena tangan kita gak bisa bener-bener menahan keinginan untuk menggaruknya. Semakin digaruk, akan semakin perih. Tapi entah mengapa ada kenikmatan disitu. Nikmatnya sekejap, perihnya semaput.

Jadi, intinya, apapun yang terasa gatal dan berpotensi untuk digaruk, tahanlah. Itu lebih baik buat kamu. Seenggaknya luka yang sedang mencoba untuk sembuh itu tidak kembali tergores lalu basah oleh darah lagi.

Tapi jika sudah terlanjur digaruk, bertahanlah untuk tidak meringis. Berpura-pura saja bahwa tidak ada luka baru yang tergores di atas luka lama.







P.S: “Jika sudah terlalu parah digaruk, kamu bisa menempelkan band-aid dan hindari kontak dengan air.”

Kunang-Kunang

Mari melelap, Kunang-Kunang. Sebelum pagi menjelang. Malam semakin memekat. Waktu tidak lagi merambat. Tidakkah kau rindu pada sebuah peluk hangat? Mari, akan kutemani jalanmu menuju pulang. Janganlah kau takut, Kunang-Kunang. Akulah si Peri Malam yang terlelap dalam jeda siang. Padamkan kerlipmu pada esok yang merayap, rebahkan sayap mungilmu pada lelah yang menyergap. Jangan gusar, Kunang-Kunang. Gelap tidak akan menguasa sendirian. Biarkan bulan yang malam ini benderangi alam. Selamat malam, Kunang-Kunang. Mimpi indahmu jadi doaku. Nyenyak tidurmu jadi harapku. Dan rindumu......semoga tetap untukku.





Karena Kunang-Kunang, aku...


























mencintaimu.

Dunia Yang Baru

Mungkin menulis sudah bukan lagi menjadi ketertarikanku. Mungkin kamulah ketertarikanku yang baru. Yang sanggup menolehkan hasratku untuk mereka kata dan menghabiskan waktu lebih banyak, lebih banyak, dan lebih banyak lagi denganmu. Problemanya adalah lebih banyak, lebih banyak, dan lebih banyak lagi itu menjadi semakin sedikit, semakin sedikit, dan semakin lebih sedikit belakangan ini.

Aku menyadari kecenderungan adiktifku untuk bertahan hidup sejak awal. Sejak aku tercekoki dengan imaji, aksara, dan ketersendirian. Aku menjadi kerdil, kerdil, jauh lebih kerdil seiring waktu berlalu. Karena aku memilihnya. Aku memilih menjadi tak-siapa-pun dan menjalani sisa hidupku dengan ketidakmengenalan orang-orang terhadapku. Aku cukup tidak peduli juga lumayan mahir bersembunyi.

Aku memutuskan menjadi seorang tak kasat mata. Tidak terasa hadirnya juga kepergiannya. Menjadi tidak diandalkan pun dibutuhkan. Namun menjadi penguasa atas duniaku sendiri –imaji.
Lalu kamu hadir. Imajiku tersingkir. Aku bagai tersihir. Dirapal mantra hebatmu tersebut perhatian. Ada yang berubah. Ada yang berbeda. Ada yang tak lagi ada.

Aku menjadi pelamun ulung. Menakar masa depan kita yang kusketsa bahagia. Aku menjadi pemurah senyum saat bersamamu dan tetap pengikir senyum saat tidak mampu membaui aromamu di sekitarku.

Aku menjadi pecandu segala bentuk eksistensimu.

Aku bukan lagi pemintal imaji yang suka mengurung diri. Aku tidak lagi membutakan rasa pada dunia. Aku menjadi seseorang yang berbeda namun tetap di wujud yang sama. Aku menyadarinya. Dan anehnya, aku menyukai.




But if the rain must fall
If I lose it all
If the world comes down and takes my soul
If the sky turns black
And there's no no way back
It won't matter much to me
If I had you
James Morrison – If The Rain Must Fall



Kamu. Duniaku yang baru.
Dan aku…









Suka.

Makan di KFC "Dihadiahi" CD. Yakin Itu Gratis?



Siapa yang tidak mengenal ayam goreng berlogo kakek berjenggot dan berbaju merah di Banda Aceh ini? Saya rasa hampir seluruh warga Banda Aceh tahu restoran cepat saji yang saya maksud tersebut.

Iya. Kentucky Fried Chicken atau yang sering disingkat KFC. “Kakek” sebutan kerennya.

Saya baru saja dari sana untuk makan malam bersama keluarga saya. Saat saya masuk, antrian di meja kasir sungguh panjang. Saya sabar menunggu sembari melihat-lihat menu yang digantung di belakang meja kasir sedangkan keluarga saya sudah duduk manis di kursi di dekat pintu.

Tibalah giliran saya. Seperti biasa, saya disapa terlebih dahulu oleh si Kakak Kasir lalu saya ditanyai ingin pesan apa. Saya menyebut nama sebuah paket dan menanyakan dengan jelas apa saja isi paket tersebut. Tapi kemudian si Kakak Kasir bertanya berapa jumlah orang yang akan makan. Saya menjawab lima.

Ia lalu mengambil sebuah kertas berisi gambar paket menu yang cocok untuk jumlah anggota keluarga saya.

Ia menerangkan dengan cepat kepada saya.

“Kakak, ini ada paket yang untuk berlima. Lima ayam, terdiri dari tiga dada dan dua paha, lima nasi, lima minuman, lalu ada empat goceng gratis.”, ia berbicara sembari menunjukkan gambar ayam, nasi, gelas minuman, dan menu goceng. Saya memang melihat ada gambar kotak CD di menu tersebut.

“Oh, pasti itu gratisnya.”, saya pikir.

Sudah biasa kan mendapat CD gratisan ketika makan di KFC?

Saya setuju memesan menu paket tersebut, si Kakak Kasir dengan sigap menyiapkan pesanan saya. Selang beberapa waktu, sampailah dua nampan berisi pesanan saya dan kemudian dia menyebutkan nominalnya.

“Seratus sembilan puluh tiga ribu rupiah.”

Saya kaget. Tidak biasanya makan di KFC sampai semahal ini. Tapi saya tetap mingkem karena saya pikir mungkin harga menunya memang sudah naik.

Si Kakak Kasir kemudian meletakkan setumpuk CD di hadapan saya.

“Silahkan dipilih 2 CD-nya, Kak.”

Hmm….ini gratisannya. Saya pun sibuk memilih sembari si Kakak Kasir menyelesaikan transaksi.

Dua CD terpilih lalu struk keluar dari mesin pencetak. Saya pun segera bergegas ke meja dimana keluarga saya sudah menunggu.

Tidak ada masalah yang terjadi. Kami makan dengan lahap sambil bercanda dan mengobrol.

Namun, saat akan selesai makan, kakak ipar saya nyeletuk.

“Dek, coba lihat struk tadi. Temen Kakak pernah cerita, katanya CD yang kita dapet ini dimasukkan ke dalam struk.”

Saya kaget. Tapi masa sih?

Lalu cepat-cepat saya mengambil struk dari dalam tas.

Dan ternyata benar.

2 CD tersebut ternyata bukan GRATIS, tapi kita BELI. Dan itu jelas tertera di dalam struk.



Pernahkah kalian aware masalah ini? Sudah berapa kali tertipu? Sudah berapa banyak tumpukan CD dari KFC yang telah kalian “beli” secara tidak sadar?

Ternyata tidak tanggung-tanggung, harga satu buah CD adalah Rp 35.000,-. Saya “mendapat” 2 CD, itu berarti harga yang harus saya bayar adalah Rp 70.000.-. Jadi sebenarnya, total pesanan saya hanyalah Rp 123.000,-

Kita cenderung tidak lagi melihat struk dengan teliti setelah membayar dan mendapatkan pesanan kita. Kita pikir, memesan dalam bentuk paket pastilah lebih hemat dari memesan per potong.

Itulah yang tadi terjadi pada saya, disebutkan nominal mendekati 200 ribu saya hanya kaget namun lalu berusaha mewajarkan nominal tersebut dengan alasan yang saya buat sendiri, yaitu mungkin harga bahan baku yang sudah naik, maka pihak resto terpaksa menaikkan harga jual produknya.

Tapi ternyata tidak.

Lalu apa yang terjadi setelahnya?

Kami meminta pelayan di KFC untuk memanggil atasannya atau siapapun yang berwenang. Tidak berapa lama, asisten manajer resto cepat saji itu menghampiri meja kami.

Mulailah Ibu saya komplain dan menyebutkan bahwa pihak KFC telah menipu konsumen. Tidak tanggung-tanggung bahkan kakak ipar saya menyebut kata-kata “penipuan” dan “pemerasan” untuk mengungkapkan kekesalannya. Penipuan, karena pihak KFC jelas-jelas tidak menerangkan bahwa CD tersebut dimasukkan ke dalam tagihan yang artinya tidak GRATIS namun harus dibayar. Pemerasan, karena menurut asisten manajernya, untuk dapat menikmati paket menu tersebut konsumen HARUS membeli CD tersebut.

Lalu saya –sebagai pemesan- juga ikut menimpali. “Seharusnya ada penjelasan dari kasir bahwa CD-CD ini tidak gratis melainkan harus bayar. Konsumen berhak diberikan pilihan. Karena tidak semua konsumen membutuhkan CD-CD ini.”

Ibu saya menambahkan, “Sebenarnya KFC ini jual ayam atau jual CD? Kalau memang mau jual CD, tutup saja restonya.”

Menghadapi komplain yang tidak henti-hentinya dari saya, Ibu, dan kakak ipar saya, si Asisten Manajer pun kewalahan. Beragam penjelasan ia paparkan, mulai dari masih tersedianya paket lain yang non-CD hingga itu adalah peraturan pusat dan harus diberlakukan. Tapi memang si Kasir jelas-jelas tidak menjelaskan pada saya bahwa ada CD yang harus saya BELI bukan GRATIS untuk bisa memesan paket tersebut.

Akhirnya, ia bertanya, “Jadi sekarang Ibu maunya seperti apa?”

Tanpa segan Ibu saya menjawab, “Saya mau uang saya kembali seharga dua CD ini.”

Si Asisten Manajer mengiyakan dengan embel-embel “kali ini akan kami kembalikan”.

Akhirnya, uang 70 ribu rupiah kembali ke dompet saya dan sepertinya saya tidak akan kembali lagi ke restoran cepat saji itu.

Seharusnya, kita sebagai konsumen lebih selektif dan ‘rewel’ terhadap barang yang ingin kita konsumsi. Dan seharusnya pihak yang menjual dapat memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada calon konsumen mengenai produknya, tidak menjebak seperti kasus yang saya alami tadi.

Semoga ini dapat menjadi pelajaran bagi saya dan saya berbagi dengan anda agar kita bisa lebih ‘cerdas’ sebagai konsumen mengenai barang yang akan kita konsumsi.

Mereka Gak Peduli



Di suatu sore di sepetak warung kopi, saya dan sahabat saya, Rudi, tengah menyesap segelas minuman berperisa kopi sembari mengobrol. Saya baru saja tiba, bersepeda dari rumah dan rasanya cukup ngos-ngosan juga ketika tiba disana. Sudah cukup lama ternyata saya tidak bersepeda.

Di sela obrolan kami yang tentang apa saja, Rudi tiba-tiba berujar.

“Len, kamu tahu apa? Laki-laki jika bertemu laki-laki lain yang bajunya sama, mereka jadi temen. Tapi gak dengan perempuan. Jika bertemu dengan perempuan lain yang bajunya sama, mereka menjadi musuh.”

Saya terkekeh. Dia benar. Saya juga seperti itu. Tapi gak sampai jadi musuh juga, minimal malu karena bajunya samaan. Besoknya baju itu akan enggan dipakai, perlu berpikir 100 kali untuk kembali mengenakannya. Berlebihan? Yup. But that’s woman.

Saya lalu menggodanya.

You know what?”, saya mengeluarkan kaki saya dari sepatu. “Kuku-kuku kakiku aku cat warna-warni.”, sambil memamerkan kuku kakiku yang dikuteks beragam warna.

Shit!”, dia mengernyit. “Do you remember my post about nails?”, tanyanya.

Ingatan saya melayang ke beberapa hari lalu.

Iya. Beberapa hari lalu Rudi mem-post sesuatu di facebook. Sebuah gambar, dari 9GAG.
















Saya tertawa geli.

“Aku tahu kamu nyindir aku. But you know what, Rud? I don’t care!”, ucapku mentah-mentah, sembari terus terkekeh.

I really don’t care, Rud.

Iya. Saya benar-benar gak peduli. Saya pakai kuteks karena saya suka. Dan bisanya juga cuma seminggu di dalam sebulan.

Nothing felt the best than do what we love to do.

Obrolan berlanjut. Masih tentang perbedaan gender. Kali ini saya benar-benar merasa di kubu berbeda dengan Rudi.

You want to know the next truth?”

Yep!

“Perempuan itu bersolek bukan untuk laki-laki. Tapi untuk sesama perempuan.”, ujarnya kalem.

How come? Saya mengernyit. Tidak mengerti.

“Gini, perempuan itu cenderung berpakaian untuk membuat perempuan lain merasa iri. Laki-laki sebenernya gak peduli, Len. Mau jilbab kalian dililit-lilit, baju kalian berumbai-rumbai, kuku kalian warna-warni. Men really don’t care. All they care is it’s you, their girl. That’s it.

Ya. Saya pikir Rudi bener. Cobalah pergi ke pasar, gak usah maksain belanja kalo gak punya uang. Jalan-jalan santai aja sambil memperhatikan para pembeli yang didominasi oleh kaum hawa. Perhatikan obrolan mereka. Pasti ada yang dua-tiga seperti ini.

“Ih, ini lucu kan yak? Iya kan?”

“Yang ini cantik kan?”

“Jilbab yang ini matching gak sama baju aku yang kemarin itu kita beli di ET?”

Dan bla…bla…bla… lainnya yang sudah sering saya dengar.

Gak heran di pasar Aceh toko didominasi oleh baju-baju perempuan dan modelnya cepat sekali berganti.

Do we really do that for men? I mean, all that stuff –panas-panasan, pengorbanan uang jajan, capek-capekan- hanya untuk impress men? Nope.

The main reason why we  do that with all our heart and soul is we want that jelousy. From other women.

Dan jarang sekali laki-laki akan memuji perempuan cantik dengan jilbab yang dililit-lilit, rok yang melambai-lambai seperti rumput laut, dan high heels. Kecuali di hari wisuda kamu atau hari pernikahan kalian. Itu juga terpaksa karena mereka tahu pengorbanan ke salon itu mahal.

Selamat menikmati Senin!

Dan hey! Kuku saya hari ini pink loh...


Syarat: Gak Merokok



Saya tidak tahu kalimat pembuka yang pantas untuk tulisan ini. Tapi yang jelas ini tentang perbedaan persepsi karena perbedaan gender.
*ecek-eceknya serius*
cool onion head

Lelaki dan perempuan. Selalu melihat sesuatu dari sudut berbeda namun pada akhirnya akan selalu mencari simpang persamaan dimana mereka dapat berdiri di keyakinan masing-masing. Mungkin memasabodohi perbedaan. Atau mungkin mengutukinya? Apapun bisa.

Semasa SMU dulu, pasti ada satu-dua perempuan yang mensyaratkan calon pacarnya adalah laki-laki non-perokok. Percaya saya, tapi jangan mengimani, dulu syarat seperti itu akan sangat dianggap keren oleh teman perempuan yang lain dan akan dianggap unik sebagai seorang perempuan di mata kaum adam. Lagipula, memacari seorang lelaki non-perokok sudah terjamin kehalalannya. Karena merokok itu makruh.
crazy monkey 020*garing 



Saya. Saya adalah dari berjibun perempuan yang mensyarati demikian. Dari dulu.

Sampai sekarang. Sayangnya…

Lalu ada yang berujar seperti ini,

“Perempuan yang mensyarati calon pacarnya non-perokok atau bahkan menyuruh pacarnya untuk berhenti merokok adalah sebenar-sebenarnya alasan yang dibuat-buat.”

Lalu saya berpikir, lama sekali. Seperti tersentil. Karena saya termasuk ke dalam golongan perempuan tersebut.

Saya memang terlahir di keluarga yang sedari saya ada memang bebas dari asap rokok. Bapak saya –dulunya- seorang perokok, semasa lajang. Namun setelah berkeluarga dan punya seorang anak, beliau berhenti.

“Syarat jangan merokok? Bisa sebenernya. Bisa aja kami berpura-pura gak ngerokok. Hanya di depan kalian. Soal bau? Itu bisa diilangin dengan menyikat gigi. Itu bisa.”, lanjutnya menambah kekuatan argumennya.

Saya gak mau kalah dong.

“Berenti ngerokok itu nunjukin komitmen kalo kalian serius mau ke arah pernikahan.”, gitu saya ngomong, sedikit nyolot memang. Karena saya sudah tersentil di awal argumennya.

Dia terkekeh.

“Kalo kayak gitu jalan ceritanya, oke. Kami akan berenti ngerokok setelah kami menikah. Bisa kan?”

Gampang. Sangat gampang dia memuntahkan argumen saya. Sial.

Dan saya kembali terhenyak.

Apa yang ia katakan benar. Jangan-jangan saya juga cuma buat-buat alasan supaya dianggap unik?
Lalu, secuil dari harga diri saya terlepas dari bingkainya. Jatuh, membentur lantai. Berserakan. Tidak lagi saya pungut. Karena apa? Saya merasa tertampar dengan semua argumennya.

Lama saya mikirin hal ini. Sampe di satu titik saya tersadar.

Iya. Saya kemudian nyadar, alasan saya mensyarati pacar adalah non-perokok tidak lain dan tidak bukan berasal dari keluarga sendiri.

Iya lagi. Keluarga saya gak menginginkan saya bersuamikan seorang perokok.

Ya. Tiba-tiba saya merasa keren lagi. Harga diri yang secuil udah berserakan dan ogah saya pungut itu tiba-tiba menyatu kembali ke bingkainya.

Ini jelas bukan soal keren-kerenan atau unik-unikan.

Ini soal kebiasaan.

How your behaviour will show the truly you.

Gimane? Pade ngarti kagak?

Intinya sih gini. Saya mending nyari aman dengan macarin seorang non-perokok karena kalo-kalo salah seorang anggota keluarga saya ngeliat pacar saya entah dimana dengan sebatang rokok di tangan padahal di depan keluarga saya dia ngakunya bukan perokok malah bakal kacau jadinya. 

No, Baby. I won’t take that risk.

Jadi, kesimpulan dari tulisan ini adalah:

Don’t give a damn to this shit and you just waste your time to read this. crazy monkey 039

Adios!
crazy monkey 105



Backpacker Abal-Abal yang Gagal

Tetiba, saya mengangeni 2 sahabat saya, Intan dan Rudi. Dan tentang banyak hal-hal konyol namun menarik yang kami lakukan bersama. Hal-hal sederhana yang tidak pernah dipikirkan orang sebelumnya.

Pikiran saya melaju mundur ke satu kenangan khas yang hanya pernah saya lakukan bersama mereka, yaitu menggembel.

Ya, kami 3 backpacker gagal yang mencoba puas dengan segala keterbatarsan izin dan finansial mengelilingi kota Banda Aceh tercinta ini dan terus berangan-angan suatu saat nanti kami bias menjelajahi kota-kota lainnya, bahkan di negara lainnya. Amin.


 Saya, Intan, dan Rudi

Mungkin 2 tahun silam, saya, Intan, dan Rudi –di antara penatnya pikiran akibat tuntutan usia dan orang sekitar- memutuskan untuk berjelajah sebentar di kota kelahiran kami, Banda Aceh. Berbekal uang seadanya dan motor yang sengaja diparkir, penjelajahan kami di mulai di Mesjid Raya Baiturrahman.


Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh

Lahir, tinggal, dan tumbuh di kota ini tidak menjamin setiap warganya pasti, pernah, bahkan sering menjejakkan kaki di bangunan agung ini. Termasuk saya. Dan 2 orang sahabat saya. Bisa dihitung dengan jari berapa kali kaki saya pernah menapak di tanah ini dan kening saya pernah bersentuhan dengan lantainya. Ada alas an mengapa kami memilih memulai pernjelajahan di titik ini. Selain karena letaknya yang tepat di tengah-tengah kota –sehingga memudahkan kami untuk berkeliling dengan berjalan kaki- juga karena sudah masuk waktu Dzuhur.



Menara Mesjid Raya Baiturrahman


Jangan ragukan keindahan bangunan ini. Saya sungguh masih berdecak kagum setiap kali masuk dan melihat interior keseluruhan ruangan. Elok. Ditambah dengan hawa sejuk yang sangat kontras dengan teriknya matahari di luar sana, membuat saya betah berlama-lama di dalamnya.


Interior Mesjid Raya Baiturrahman

Setelah puas menjelajahi setiap sudut Mesjid Raya, kami –backpacker gagal- melanjutkan perjalanan ke sebuah pemakaman Belanda, Kerkhof. Namun, di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak di Blang Padang untuk menikmati sepiring batagor terlezat di kota Banda Aceh yang hanya seharga Rp. 5.000 per porsi.


Sepiring Batagor Terlezat di Banda Aceh


Blang Padang merupakan sebuah lapangan tempat kegiatan-kegiatan umum, seperti upacara 17 Agustus atau pameran. Disini terletak sebuah pesawat yang menjadi monumen kebanggaan karena merupakan pesawat pertama yang dimiliki Indonesia yang dananya berasal dari Aceh.



Ecek-ecek backpacker


Meloncat sedikit ke seberang, akhirnya kami tiba di Kerkhof.

Kerkhof adalah pekuburan bagi prajurit Belanda yang gugur di dalam perang Aceh. Pada pintu masuknya, ada semacam gapura yang di dindingnya dipahat nama-nama tentara Belanda yang tewas lengkap dengan lokasinya.Tentara yang berperang bersama Belanda tidak hanya berasal dari negara kincir angin itu saja, namun ada juga tentara pribumi yang berasal dari Ambon, Batak, dan Jawa yang ikut berperang membela Belanda. Maka, tidak heran ada banyak nama-nama lokcal yang terukir di dinding pintu masuk pemakaman ini.


Pintu masuk Kerkhof yang mirip gapura


Ada dua hal yang paling saya sukai dari pekuburan ini, yang pertama adalah langitnya yang selalu tampak indah. Saya begitu mengagumi bagaimana perpaduan rumput, batu-batu nisan dan langit yang biru bisa sangat epic di mata saya. Yang kedua adalah suasana yang begitu tenang disini. Lupakan soal angker, saya sama sekali tidak merasakannya. Kecuali kalau datangnya di malam hari. Mungkin saja.


 Entah apa maksudnya





Nama tentara Belanda beserta lokasi mereka gugur, semua diukir di sepanjang dinding pintu masuk
Keheningan, rumput yang hijau, dan langit yang biru

Puas menjelajahi Kerkhoff, perjalanan dilanjutkan ke taman sari. Mau ngapain kesana? Main ayunan dong.

Nggak. Saya bercanda. Ini dikarenakan usia dan pola hidup tidak sehat, kami yang baru sekali ini berjalan kaki sudah kecapekan juga kehausan. Uang di kantong hanya tinggal 6 ribu sedangkan kami butuh minum. Akhirnya kami membeli 2 botol air mineral dan dibagi 3. Miris.

Dengan peluh yang membanjiri, nafas yang terengah-engah, ketek yang baunya sudah tidak tertahankan, uang yang terkuras habis, kami memutuskan untuk mengakhiri penjelajahan ala-ala backpacker ini. Dengan langkah terseok, kami kembali ke parkiran Mesjid Raya untuk mengambil motor masing-masing dan berpisah menuju rumah masing-masing.

Saya benar-benar merindukan kenangan itu. Semoga nantinya kita bisa berjalan kaki lagi mengelilingi kota –di lain negara. Doakan saja.

Jika Saya Liburan



Jika ada yang bertanya saya ingin berlibur kemana, akan saya jawab dengan tegas, Antartika. Pembagian hari dan malam disana menarik. Enam bulan siang dan enam bulan malam. Ini dikarenakan letak Antartika yang di kutub bumi sehingga sinar matahari menyapu daratan itu selama enam bulan secara terus-menerus. Begitu juga dengan malam. Pretty cool, huh? Mungkin saja saya bisa belajar dari beruang kutub bagaimana caranya berhibernasi selama enam bulan 6. Lalu beraktivitas selama enam bulan siang. Setidaknya saya hanya harus merasakan hidup selama 6 bulan di satu tahun kalender Masehi. Atau saya buat saja kalender sendiri yang setahunnya hanya terdiri dari 6 bulan? Saya pasti lebih cepat tua dari penduduk bumi lainnya. Dalam setahun kalender Masehi, saya berulang tahun 2 kali di kalender made in saya sendiri.

Saya mungkin dapat memelihar serigala sebagai pengganti kucing. Mengingat kucing pasti tidak tahan hidup disana. It will be so cool, I guess. Ketika ada teman saya dari Aceh bertanya peliharaan saya apa, saya akan menjawab dengan ke-cool-an yang tidak bisa dibayangkan, “Serigala putih.”, dengan sedikit menaikkan alis kanan dan segaris tipis sunggingan senyum. Lalu memajang foto-foto saya bersama perliharaan di akun jejaring sosial. 100% cool!  Atau beruang saja? Beruang putih juga bagus. Ukurannya yang besar cocok dijadikan selimut di saat saya harus berhibernasi selama enam bulan. Menjaga saya tetap hangat.

Lalu saya membayangkan akan seperti apa rasanya lebaran disana. Ya, disini kan lebarannya 2 kali setahun, Idul Fitri dan Idul Adha. Dan penganan yang khas di saat lebaran itu pasti lontong atau ketupat. Direbus, pastinya. Bagaimana kalo nanti saya disana, saya buat lontong beku? Caranya cukup dicelup-celup ke dalam air es. Saya ambil sebongkas es untuk alas duduk, saya lubangi lantai dapur rumah saya lalu saya celup-celup saja lontongnya.

Oke. Absurd.
 crazy monkey 191

Tapi, yang jadi permasalahannya adalah, dimana saya bisa mendapatkan daun pisang disana jika spesies sejenis pisang-pisangan hanya tumbuh di daerah tropis? Mungkin bisa saya ganti dengan daun-daun lain yang tumbuh disana. Lalu dengan kuah lontongnya? Dimana saya bisa dapatkan kelapa? Apa pohon kelapa tumbuh disana? Oh, pastilah mereka punya santan kemasan yang dijual di supermarket. Akan keren sekali pastinya pergi ke supermarket naik kereta salju dengan jaket-jaket tebal itu juga sepatu bot. Woohoo! I can feel the awesomeness!



Tunggu, di Antartika ada pohon gak sih?
 crazy monkey 100