Kamu ketipu.
Menikah itu simple, prosesi adatnya yang njelimet. Dan saya sebenarnya
ogah-ogahan untuk menikah dengan selebrasi menurut adatnya. Lalu teman saya
malah bertanya, “Memang keluarga kamu punya satu adat yang dipegang?”
Pertanyaan yang sopan untuk dibelai pelan pipinya dengan
kaki…
Saya sudah berumur 25 tahun. Umur di saat teman-teman sudah
banyak yang menikah dan kantong sering tipis karena banyaknya kado pernikahan
yang harus dibeli. Ini sungguh bikin nasib saya miris. Tapi yang membuat ngeri
bukannya gaun yang akan dipakai ke acara resepsi, ataupun korset yang terpaksa
dipakai untuk meratakan perut guna mempercantik bentuk tubuh dan gaun yang
dipakai, tapi tidak lain dan tidak bukan adalah melihat mempelai wanita dengan
baju adat lengkap dan make-up yang
aduhai-aduhai-moleknya-wajahnya-kini. Kira-kira seperti itu.
Sekarang ini, kalau saya liat-liat sebatas mata saya
memandang, gundukan di atas kepala pengantin wanita semakin tinggi saja. Yang paling
hebat yang pernah saya liat ada 8 gundukan. Kenapa gundukan? Mari kita ganti
dengan undakan. Jadi, 8 undakan. Lalu pengantin wanitanya belum sampai jam 12
sudah mimisan kemudian pingsan dengan sempurna.
Ahh…sungguh saya teramat-sangat ketakutan membayangkan
gundukan eh undakan itu nangkring
manis di atas kepala saya. Maka, saya sangat berharap di saat saya menikah
nanti, akan ada orang kaya dermawan yang mengadakan acara nikah massal. Sungguh,
saya adalah orang yang pertama akan mendaftar. Setelah ijab qabul, bisa
langsung pulang dan tidur-tidur di rumah. Tidak harus mimisan, tidak harus
pingsan. Dan yang paling utama, leher saya tidak akan patah.
Sekian isi kepala saya setelah melihat foto-foto resepsi
pernikahan teman-teman saya yang sengaja diunggah di media sosial. Bukannya ngiri, saya malah ngeri.