Gak banyak yang bisa saya lakukan di kantor saat seperti
ini. Biasanya saya hanya duduk di depan laptop sembari browsing apa saja yang menarik di mata. Saat-saat seperti ini
selalu datang di tiap awal bulan. Saat-saat seperti ini sungguh membuat saya
bosan. Ada kerja saat ada uang
sebaiknya saya patenkan sebagai pantun baru untuk buruh kontrak seperti saya
ini.
Saya menguap. Bukan sekali. Bukan dua kali. Kadang saya
malu, ke kantor hanya membuat saya ngantuk, bukannya bersemangat. Mencari-cari
dalam tumpukan pikiran, apa kiranya yang bisa saya kerjakan walaupun itu hanya
sekedar mengukur dan menggunting.
Lalu saya teringat sesuatu.
Saya bisa menulis kali ini. Untuk membuang penat sejenak,
melalaikan pikiran sehingga mata dapat bertahan. Betapa sungguh saya tersadar
bahwa tuts di kibor ini sudah lama tidak terjamah selain untuk mengetik
laporan. Mungkin saya juga telah berubah menjadi mesin pekerja yang nyawanya
hanya ada pada saat deadline. Mesin pekerja yang diburu waktu lalu duduk
melongo saat semua tugas telah selesai.
Idealisme yang dulu dipegang erat sepertinya sudah tergerus
sedikit demi sedikit oleh beberapa lembar rupiah yang jika dikalikan oleh waktu
dan usaha untuk meraihnya serta dikuadratkan dengan biaya hidup yang harus
ditanggung saat ini sama dengan minus sekian.
Saya mengerucutkan bibir. Berusaha tidak terusik oleh musik
daerah yang sedang bersenandung dari laptop seorang Bapak di hadapan saya. Mencoba
menikmati tawa cekikikan Ibu-Ibu di kantor. Berisik, namun saya masih saja
mengantuk.
Mungkin saya butuh secangkir kopi. Juga sebuah suasana.