Mungkin menulis
sudah bukan lagi menjadi ketertarikanku. Mungkin kamulah ketertarikanku yang
baru. Yang sanggup menolehkan hasratku untuk mereka kata dan menghabiskan waktu
lebih banyak, lebih banyak, dan lebih banyak lagi denganmu. Problemanya adalah
lebih banyak, lebih banyak, dan lebih banyak lagi itu menjadi semakin sedikit,
semakin sedikit, dan semakin lebih sedikit belakangan ini.
Aku menyadari kecenderungan
adiktifku untuk bertahan hidup sejak awal. Sejak aku tercekoki dengan imaji,
aksara, dan ketersendirian. Aku menjadi kerdil, kerdil, jauh lebih kerdil
seiring waktu berlalu. Karena aku memilihnya. Aku memilih menjadi tak-siapa-pun
dan menjalani sisa hidupku dengan ketidakmengenalan orang-orang terhadapku. Aku
cukup tidak peduli juga lumayan mahir bersembunyi.
Aku memutuskan
menjadi seorang tak kasat mata. Tidak terasa hadirnya juga kepergiannya.
Menjadi tidak diandalkan pun dibutuhkan. Namun menjadi penguasa atas duniaku
sendiri –imaji.
Lalu kamu hadir.
Imajiku tersingkir. Aku bagai tersihir. Dirapal mantra hebatmu tersebut
perhatian. Ada yang berubah. Ada yang berbeda. Ada yang tak lagi ada.
Aku menjadi pelamun
ulung. Menakar masa depan kita yang kusketsa bahagia. Aku menjadi pemurah
senyum saat bersamamu dan tetap pengikir senyum saat tidak mampu membaui
aromamu di sekitarku.
Aku menjadi pecandu
segala bentuk eksistensimu.
Aku bukan lagi
pemintal imaji yang suka mengurung diri. Aku tidak lagi membutakan rasa pada
dunia. Aku menjadi seseorang yang berbeda namun tetap di wujud yang sama. Aku
menyadarinya. Dan anehnya, aku menyukai.
But if the rain must fall
If I lose it all
If the world comes
down and takes my soul
If the sky turns
black
And there's no no
way back
It won't matter
much to me
If I had you
James Morrison – If The Rain Must Fall
Kamu. Duniaku yang
baru.
Dan aku…
Suka.