Akhirnya aku merasakan juga
yang namanya patah hati.
Ternyata cintaku bertepuk
sebelah tangan.
Aku melihatnya.
Bersama orang lain.
Bergelayut manja dan bercanda
akrab.
Dada ini rasanya sesak. Seolah
butuh oksigen tambahan. Seperti ada bambu runcing yang menusuk-nusuk. Perih.
Aku menyentuhnya. Terasa seperti remuk di dalam.
Malam itu malam amal untuk
menggalang dana bagi anak-anak jalanan. Dan aku kembali ikut menjadi panitia di
sela-sela jadwalku yang padat agar dapat lebih dekat dengannya.
Tapi aku mendapati hal lain.
Malam itu dia menggandeng
seseorang yang tidak kukenal, tapi mereka terlihat sangat akrab.
Aku nyaris muntah. Entah
karena melihat kemesraan mereka atau karena mengasihani diri sendiri.
Seharusnya aku sadar diri.
Memangnya siapa aku ini?
Aku bukan siapa-siapa
dibandingkan dirinya.
Aku hanyalah Poppy Maharani.
Juara umum dan murid teladan se-Jakarta. Hanya finalis Abang-None Jakarta.
Hanya vokalis band The Purple Puppet yang sedang naik daun.
Sedangkan dia jauh lebih
berharga dari itu.
Tapi aku punya hak untuk
mencintai orang lain, kan?
Biarlah
perasaan ini tidak berbalas. Begini saja sudah cukup. Aku harus merasa puas.
Untuk kali ini tidak boleh serakah.
Tidak
lebih karena dia Rei.
-------------------------------------------------------------------------------------
Mungkin rasa ini salah.
Mungkin seharusnya aku tidak jatuh cinta padanya. Mungkin aku yang telah
lancang mencintainya dengan perasaan terkutuk ini.
Seharusnya aku sadar. Dia
tidak akan mungkin mencintaiku. Tidak. Dia tidak akan mungkin mencinta orang
sepertiku.
Lelah terus kucoba membunuh
rasa ini.
Walaupun berkali-kali kucoba
sadarkan hati, tapi yang ada aku hanya menangis sendiri. Meratapi kebodohanku.
Harus dengan cara apa lagi
kuhilangkan rasa ini?
Sakit. Rasa ini menyiksa.
Seperti orang yang diamputasi tanpa dibius terlebih dahulu.
Aku ingin melupakannya. Tapi
bayangnya terus bermain di benakku.
Tidak pernah sebelumnya
kurasakan cinta yang segila ini.
Tapi aku tidak bisa
mengungkapkannya.
Apa aku memilih untuk
bertahan?
Berharap suatu saat nanti ia
akan menyambut perasaanku dan merentangkan kedua tangannya untuk memelukku.
Tapi apa itu mungkin?
Kulihat dirinya di seberang
sana. Tertawa lepas dengan seseorang di sebelahnya. Menikmati setiap detik
kebersamaan mereka.
Dan aku disini sendiri.
Menggigit hatiku agar perih yang ada tidak kian kentara terasa. Mencekat
leherku agar gejolak cemburu tidak tersembur keluar. Mengunci rapat mulutku dan
mengatupkan rahang agar amarah yang memuncak tidak lantang terdengar.
Aku duduk disini sendiri.
Tersiksa dengan perasaan ini.
Hanya karena dia Rei.
Reishavani Putri.
Hanya karena itu.