Entah sejak kapan rasa ini
ada. Mengisi setiap relung hati dan membuat jantungku berdetak tiga kali lipat
lebih cepat. Meminimalkan nafsu makanku dan menyita hampir dua pertiga memori
otakku.
Mungkin sejak aku terlibat di
pentas seni sekolah kami bulan lalu. Sebagai ketua OSIS, dia menampilkan wibawa
yang mampu membuat nafasku tercekat. Dia begitu berkharisma. Tutur katanya
sopan dan senyumnya tulus. Membuatku meleleh seketika. Dirinya begitu indah.
Ketika dia memimpin rapat,
dapat kurasakan sihir yang dia tebarkan bekerja. Tidak hanya padaku, tapi pada
semua panitia. Semua bersimpatik padanya.
Aku masih ingat dengan jelas
suaranya yang lantang berorasi di depan kami untuk menaikkan semangat panitia
yang mulai jatuh, pujiannya yang terdengar sangat tulus ketika hasil kerja kami
memuaskan, dan sikap tegas yang ditunjukkan untuk mengatur panitia yang hanya
sekedar numpang nama saja. Semuanya
menunjukkan jika dia adalah pemimpin sejati.
Lalu saat ada masalah menjelang hari H pensi kami, dengan cekatan dia mampu menyelesaikan semuanya sehingga acara berjalan lancar-lancar saja. Mengundang decak kagum tidak hanya dari panitia yang terlibat langsung tapi juga pihak sekolah.
Bukankah dia begitu hebat?
Dan aku jatuh cinta.
Dengan segenap jiwa dan raga.
Tapi aku tahu rasa ini seharusnya tidak ada.
Karena
dia Rei.
-------------------------------------------------------------------------------------
Sebenarnya ini bukan
pagi yang indah untuk memulai hari.
Dengan keterlambatanku bangun dan ban mobil yang bocor di tengah jalan, hariku praktis nyaris hancur. Pasalnya di jam pertama ada ulangan Sejarah yang menunggu.
Tapi kemudian Tuhan
mengirimkan malaikat-Nya untukku.
Tiba-tiba ia sudah ada disana.
Bertengger di atas motornya dengan jaket kulit hitam kesayangannya.
“Kenapa, Pop?”, ia bertanya
padaku.
“Ini....Bannya bocor....Mana aku
ada ulangan Sejarah lagi jam pertama....”, harap-harap cemas aku menunggu
apakah dia akan mengajakku berangkat bersama.
“Ya udah, naik sama aku aja.
Nanti kamu bisa suruh orang rumah kamu ngurusin mobil kamu itu.”
Akhirnya....What a fine day?
Aku bersorak dalam hati. Tapi
tidak menampakkan reaksi kegiranganku. Hanya sebuah senyum simpul dan muka yang
berseri-seri.
“Thank’s ya, Rei!”, aku berseru seraya mkamumpat ke atas motornya.
“Pegangan yang kenceng.”,
ucapnya sambil menurunkan kaca helmnya ke posisi semula.
Ketika motornya mulai melaju,
dalam hati aku berdoa, semoga ini tidak cepat berakhir.
Ini adalah perasaan jatuh
cinta yang paling indah yang pernah kurasakan. Tapi setiap kuingat kenyataannya,
hatiku perih.
0 komentar:
Posting Komentar