Perasaan ini begitu dahsyat.
Rasa cintaku kepadanya di luar ekspektasiku selama ini. Begitu berkobar dan
besar. Dia adalah satu-satunya di antara sekian banyak laki-laki yang bisa
membuatku begini kesusahan. Rasanya seperti orang yang kehabisan oksigen jika
sehari saja mataku tidak menangkap sosoknya.
Maka ketika aku bertemu Ega,
pacar pertamaku, kembali di sebuah acara reuni SMP aku sama sekali tidak
menggubrisnya. Tidak terbayangkan dulu aku begitu tergila-gila padanya hingga
rela menjadi pacar keempatnya dan hanya mendapat giliran kunjungan malam mingakun
sebulan sekali. Nelangsa sekali nasibku saat itu.
Dia masih dengan pesonanya dan
senyum khasnya yang menggoda. Tapi sayangnya jampi-jampi itu tidak mempan lagi
padaku. Rei sudah mengisi hatiku. Mendudukinya penuh sehingga tidak ada ruang
yang tersisa untuk laki-laki manapun. Termasuk Ega, yang pernah hampir
4 tahun bertahta di hatiku walaupun di saat yang bersamaan aku juga menyukai laki-laki
lain. Tapi tidak dengan Rei. Tidak ada satu laki-laku pun yang
bersama-sama bertahta di hatiku. Semuanya utuh untuknya.
Jadi saat Ega iseng-iseng
mulai merayuku lagi kali ini dengan tegas dan sedikit sinis aku menolaknya
mentah-mentah. Ada segurat keterkejutan tergambar di wajahnya. Dia tidak
menyangka sihirnya telah sirna dan aku tidak bisa dibodohi lagi. Aku sudah
berada jauh dari jangkauannya. Dia berusaha keras dan berulang kali mencoba
menghidupkan kembali pesonanya. Tapi sayang perasaanku tidak bisa ditawar lagi.
Karena sekarang aku memiliki Rei di dalam hatiku.
Tapi
hanya di dalam hati.
Karena
pada kenyataannya aku tidak mungkin memilikinya.
Alasannya
simple.
Dirinya
adalah Rei.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku melihatnya. Di lapangan
basket. Sedang men-drible bola.
Tubuhnya basah kuyup karena
keringat yang membanjir dan rambutnya yang pendek kini lepek. Tapi itu tidak
juga menyurutkan pesonanya bagiku. Dia terlihat begitu berkilau. Di antara
teman-teman laki-lakinya yang lain, dia terlihat begitu macho.
Aku menyentuh dadaku. Berdegup
sangat kencang. Nafasku naik-turun gak
karuan.
Ini mungkin yang namanya
sindrom jatuh cinta. Lutut jadi lemas dan pandanganku hanya tertuju padanya.
Bel istirahat selesai berbunyi
nyaring ke seluruh penjuru sekolah.
Rei melempar bola di tangannya
ke temannya lalu menghampiri bangku pemain dan meraih sebotol air. Dengan mudah
dia membuka segel tutup botol itu. Menenggaknya terburu-buru sehingga sebagian
cairan bening itu mengalir menuruni lehernya.
Saat dirasanya dahaga telah
terpuaskan, dia menutup kembali botol itu dan berjalan meninggalkan lapangan.
Saat itulah dia melihatku yang berdiri sendiri seperti orang bego di pinggir
lapangan.
Dia menghampiriku.
“Ngapain kamu bengong disini?”,
tanyanya.
Aku meneguk ludahku sendiri.
Kenapa tiba-tiba rasanya kerongkongan kering-kerontang begini, ya?
“Itu....Nggak...Cuma....”
“Ngeliatin Fadhil?”, tuduhnya
tanpa seizinku.
Fadhil? Palyboy itu? No way!
“Dia kan idola gadis-gadis.”,
ujarnya dengan senyum menggoda.
“Ahh...Nggak...”, hanya kata
itu yang mampu aku ucapkan sebagai pembelaan.
“Oh iya, mobil kamu gimana? Udah ada yang ngurusin? Kalau kamu gak tau mau pulang naik apa, bareng aku aja. Aku anter selamat
sampe tujuan.”
Saat aku akan menjawab
‘boleh’, saat itulah pengganggu datang.
Dan pengganggu itu bernama
Fadhil.
Dengan santai dia
menggantungkan lengannya di pundak Rei.
“Eh, Pop, kalau enggak kamu pulang bareng Fadhil aja. Kebeneran rumah kalian kan searah.”
Mukaku langsung lesu. Sumpah.
Seakan nyawaku ditarik setengah dari ragaku.
“Kamu mau kan, Sob?”, yang
ditanya langsung mengiyakan kegirangan plus menyumbangkan
senyum-paling-lebar-nya sedunia. Membuat perutku mual.
“Kita duluan, Pop.”, dia
tersenyum padaku sebagai salam perpisahan.
Tapi dia berhenti sejenak saat
melintas di depanku.
“Fadhil udah lama naksir kamu.
Have fun, ya!”, dan dia menepuk
pundakku dua kali.
Have fun? How can I? Aku cintanya sama kamu!
Bukan sama playboy cap Kodok Bangkong kayak dia!
Ingin rasanya aku berteriak
detik itu juga padanya. Perasaan ini begitu menyiksa. Tidak dapat kuungkapkan.
Itu
karena dia Rei.
-----------------------------------------------------------------------------------
0 komentar:
Posting Komentar