Teman itu ada untuk menyemarakkan suasana, menepikan sunyi, dan membunuh sepi. Menyembuhkan luka, menyemangati putus asa, mengembalikan mood seperti sedia kala. Namun, saat teman tidak lagi ada, hanya hampa tersisa. Termanggut, di salah satu jendela berbingkai aneh, tidak petak, pun tidak bundar. Mungkin sejenis jajargenjang atau belah ketupat. Entahlah. Lupakan. Karena ini bukan soal jendela.
Teman itu ada untuk berbagi segala cerita, senang, sedih, bahagia, terluka, bahkan odol apa yang dipakai sebagai teman sikat gigi pagi ini. Begitulah teman. Menghangatkan di kala dingin. Dan menenangkan di kala resah. Namun, saat teman tidak lagi ada, untuk menemani hari-hari yang selalu berlalu sama, hanya perih terasa. Bahwa mereka mungkin telah lupa. Mungkin juga telah punya pengganti diri kita. Atau bahkan yang lebih menyakitkan, mungkin sudah terlalu muak saling bertatap muka.
Teman datang, pergi, kembali, hilang. Dalam hitungan hari, bulan tahun. Teman bukan hanya sekedar pajangan. Yang hadirnya terasa semu, yang kadang mengerti, kadang memaki. Teman itu ada, untuk membuat kita merasa nyaman dan berharga, membuat kita yakin dan percaya bahwa kita layak disanjung, layak dikasihi, layak dicintai. Namun, jika hadir seorang teman tidak lagi bisa kita rasa, apa iya harus mematri hati memaku kaki, bersumpah akan sendiri sampai dunia benar-benar sepi hingga kita terkubur mati?
0 komentar:
Posting Komentar