“Punya anggota keluarga yang bisa
dihubungi?”
Anne menggeleng cepat. “Orang tua
saya sedang berlibur di Paris. Dan dua adik saya sedang mengambil shortcourse
di Belanda.”
“Punya teman atau pacar yang bisa
dihubungi?”, Ridwan mengintip dari balik layar monitor.
Anne diam sebentar. Lalu bayangan
Hanni muncul di benaknya –gadis hitam mungil dengan senyum paling manis. Muncul
juga wajah Elvi dengan tahi lalat khas di ujung hidung lancipnya. Ada juga
Yulia, gadis jangkung berambut ikal sepunggung. Mereka adalah sahabat-sahabat
Anne semenjak SMU.
“Nggak, Pak.”, Anne segera
menepis pikirannya.
Ridwan, polisi yang sedang
menginterogasinya, menghentikan sejenak jemarinya yang sedang menekan tuts
keyboard. Ditiliknya sekali lagi gadis di hadapannya dari balik layar monitor.
Cantik. Modis. Terlihat smart. Dan sepertinya dari keluarga yang
kaya.
“Kamu yakin tidak ada kontak yang
bisa dihubungi?”, Ridwan sekali lagi bertanya meyakinkan Anne.
“Pak, yang kehilangan tas itu
saya. Dan usia saya sudah 25 tahun, saya sudah dewasa. Saya sudah legal secara hukum.
Saya tidak perlu lagi kan didampingi oleh orang lain?”
“Memang. Tapi alangkah lebih baik
jika ada yang menjemput kamu kesini. Kamu kan bukan orang sini. Tidak punya
tempat menginap juga kan?”
“Saya bisa tidur disini kok. Tugas
utama Polisi adalah melayani masyarakat kan? Saya hanya perlu tas saya cepat
ditemukan lalu saya akan pulang sendirian.”
Ridwan diam. Gadis ini begitu
keras kepala. Ia melengos. Hari sudah begitu larut. Tidak ada guna berdebat
lebih panjang. Mungkin gadis ini sangat lelah dicampur marah karena tasnya yang
kecopetan, maka emosinya meluap-luap dan bicaranya jadi ketus.
Dibiarkannya gadis itu menginap
di pos jaga Polisi berbekal selimut dan bantal pinjamannya.
Di dalam ringkukan selimut dan
desau angin malam yang dingin, gadis itu terlihat begitu…kesepian.
Hidup kita melaju tanpa bisa
menyamakannya dengan laju hidup orang lain. Ada orang-orang yang sejalan lalu
mereka harus berbelok mengambil liku yang lain di hidup mereka. Ada yang
berhenti lalu memutar balik mencoba memungut kenangan. Ada yang di perjalanan
bertemu orang-orang baru lalu lebih memilih berhenti sejenak menyesap secangkir
teh hangat di warung pinggir jalan dan membiarkan kita terus melaju sendiri.
Mereka yang di masa lalu. Mereka yang
ada di masa sekarang. Kadang tidaklah bisa tetap sama. Kadang hanya bisa tetap
tinggal di masa lalu. Kadang kita sedikit memaksa membawa mereka ke masa
sekarang, tapi yang ternyata kita genggam hanyalah bayangnya.
Tidak mencoba mempertahankan
dengan memaksa mencoba mempertahankan itu hampir tidak ada bedanya. Karena toh
sebenernya kita telah lama kehilangan mereka. Hanya saja, begitu munafik
mengakui. Bahwa kita…
0 komentar:
Posting Komentar