Rere Ingin Hamil


“Hayuklah, Gas. Sekali aja….”, Rere merengek sambil menggelayut manja pada Bagas, pacarnya.

Bagas menepis lengan Rere. “Kamu jangan aneh-aneh, Re.”

“Aneh-aneh gimana? Aku kan cuma pengen hamil.”, tegas Rere.

“Lah terus kalo anak itu lahir, siapa yang biayain? Re, aku gak siap jadi bapak. Kita masih sekolah.”, ucap Bagas yang masih duduk di bangku kelas 2 SMU. Sedangkan Rere masih kelas 3 SMP.

“Aku yang hamil, aku yang lahirin, kenapa kamu yang panik sih, Gas? Itu nanti semuanya urusan aku.”, Rere menghela, terlihat kesal pada Bagas. Mengapa pacarnya ini tidak juga bisa mengerti.

“Setelah aku hamil nanti, kita gak perlu nikah. Kamu lanjutin sekolah kamu dulu. Nanti setelah anak kita lahir, kamu bisa datang ke rumah aku untuk main-main sama anak kita.”, ujar Rere enteng.

“Re, kamu udah gila ya? Gimana nanti sama sekolah kamu?”

Rere tertawa ringan. “Gas, aku kan masih punya mama-papa. Masa mereka gak mau ngurus dan biayain cucu mereka sendiri sih?”

Di film-film, sepertinya hamil dan menjadi single parent itu terlihat sangat….keren. Rere sudah bosan menjadi keren dengan hal-hal payah di sekolah, seperti memacari laki-laki paling hot di sekolah atau memamerkan lingkar hitam di sekitar mata tanda sudah tidak tidur selama beberapa hari. Cara keren yang sudah basi, menurut Rere. 
Tapi menjadi single parent di usia belia pastilah kekerenan yang tidak bisa dikejar oleh teman-temannya. Rere ingin terlihat sangat berbeda. Rere sangat ingin kehamilannya mengundang decak kagum. Lihat saja film Jeni, Juno. Lihat betapa kerennya ketika Jeni hamil. Rere ingin seperti itu. Tapi tentu saja Rere ingin mengurusi bayinya sendiri, tidak ingin seperti Jeni yang menyerahkan bayinya pada kakaknya. Dan pasti akan terlihat sangat keren seorang Ibu muda berusia 15 tahun menggendong seorang bayi mungil nan lucu sambil berjalan-jalan di mall.
“Bagas….hayuklah…”, suaranya manja merayu Bagas. Didekatinya pacarnya itu. “Sekali…aja…”, ia berbisik lembut di telinga Bagas.

“Tapi kamu janji gak minta aku untuk tanggung jawab ya?”, Bagas memastikan.

“Iya, sayang.”, Rere tersenyum penuh kebahagian. Ia tahu Bagas mulai luluh.

Lalu proses Rere untuk menjadi keren pun dimulai di sebuah kamar kos milik Bagas.


0 komentar:

Posting Komentar