Carut-Marut Emosi

Saya lagi masuk-masukin data untuk penelitian tesis abang saya saat si Leno muter lagu perdana D’Massiv yang judulnya Cinta Ini Membunuhku. Ouwsyeeeeeet….setelah lama enggak denger dan akhirnya terdengar lagi, lagu ini tetep aja mewakilkan satu kata: MENOHOK. Saya enggak tau si Leno sedang kerasukan iblis dari neraka tingkat berapa. Bisa-bisanya dia muter lagu itu malem ini setelah sekian lama lagu itu selalu terlewati dengan shuffle mode.

Kau hancurkan aku dengan sikapmu
Tak sadarkah kau telah menyakitiku
Lelah hati ini meyakinkanmu
Cinta ini membunuhku

Sepenggal lirik bagian chorus-nya. Tapi buat saya yang paling menohok adalah lirik di awal dan setelah chorus.

Kau membuatku berantakan/Kau membuatku tak karuan/Kau membuatku tak berdaya/Kau menolakku, acuhkan diriku/
Bla…bla…bla…

Pun saya belum pernah ngerasain ditolak sedemikian rupa dan sedemikian getirnya, saya masih bisa merasakan emosi si empunya cerita ini. Mungkin karena saya perempuan, maka biasanya saya hanya menunggu. Merasakan ditolak pun saat masih dalam proses naksir. Jadi enggaklah begitu gimana-gimananya. Sedangkan laki-laki mempunyai momok yang lebih menakutkan, yaitu menyatakan perasaan yang berujung pada dua kemungkinan, diterima atau ditolak. Ditolak itu takdirnya cowok, Mamen! Saya jadi inget slogan itu. Slogan dari salah seorang teman. Ditolak itu sakit, Jendral!

Lagu ciptaan si Rian itu praktis bisa bikin hidung saya kembang-kempis nahan emosi yang mau meledak. Sumpah. Padahal saya enggak kenal siapa itu si Rian. Cuma tau dia vokalis sebuah band bernama D’Massiv dan kalo nyanyi less of expression. Mukanya lempeng aja kayak orang nahan boker 2 hari. That’s it. Saya bahkan enggak tau berapa jumlah bulu idungnya.

Tapi itulah kehebatan sebuah lagu, pun pendengarnya belum pernah ngalamin hal seperti itu, tapi tetep aja ada sebersit getir yang terasa nusuk pas dengerinnya. Lalu kita jadi bisa bayangin gimana terpuruknya si empunya cerita di lagu itu saat ngalamin hal menakjubkan tersebut.

Eniwei, si Leno bener-bener dah malem ini. Abis lagu itu, dia malah muter lagunya Peterpan. Yang Terdalam. My most favorite song of Peterpan. Goddamn! Haruskah saya mutilasi si Leno menjadi 46 bagian terpisah? Janganlah, ntar saya update ini blog pake apaan? Mesin tik nggak bisa disambungin ke internet.

Kulepas semua yang kuinginkan/Tak akan kuulangi/Maafkan jika kau kusayangi/Dan bila kumenanti/Pernahkah engkau coba mengerti/Lihatlah aku disini/Mungkinkah jika aku bermimpi/Salahkah tuk menanti/
Tak kan lelah aku menanti/Tak kan hilang cintaku ini/Hingga saat kau tak kembali/Kan kukenang di hati saja/
Kau telah tinggalkan hati yang terdalam/Hingga tiada cinta yang tersisa di jiwa/

Bujug dah… Bener-bener, emosi saya enggak karu-karuan malem ini. Saya belum pernah ngerasain apa yang si Ariel tulis di lagunya itu. Tapi tetep aja, saya bisa ngerasain getir itu nohok saya.

It’s a goddamn good! Kalo kata Chef Juna di Masterchef Indonesia yang acaranya kadang saya nonton kalo kebetulan dan enggak saya nonton kalo enggak kebetulan.

Getir, pahit, sakit, bahagia, senang, sedih, dan bla-bla lainnya bisa dibagi, ditransfer dengan berbagai cara, salah satunya dengan lagu. Dan saya sedang coba mentransfernya lewat tulisan ini. Bahwa mengusir orang pergi dari hidup saya adalah semudah membalikkan telapak tangan dan menutup mata. Tapi mendapati bahwa saya enggak pernah bisa benar-benar mengusir mereka pergi adalah kenyataan yang harus saya hadapi setiap mereka datang kembali, meminta kesempatan kedua.

Hari ini saya menyuruh satu orang pergi. Dan menerima satu orang kembali walau tidak lagi dengan rasa yang sama.

Saya harap dia tidak membuka blog ini, membacanya, dan tidak tahu saya sangat menyesal. Bukan karena telah mengenalnya dan mengusirnya pergi. Namun karena saya memperlakukan dia dengan buruk. He deserves more. A good man.

Malam kian larut. Saya seharusnya kembali mengerjakan tesis abang saya. Supaya kami bisa wisuda bersama di bulan November.

Seiring tulisan ini saya putuskan untuk selesai, Semua Tentang Kita mengalun pelan. Bayangan Daniel yang telah pergi kembali ke benak saya. Merasa benar-benar sendirian seperti ini adalah pilihan, sekaligus kutukan.

P.S: Ditulis dengan emosi yang benar-benar absurd dan meledak-meletup. 


0 komentar:

Posting Komentar