Menohok-Tertohok-Ditohok

“Dan saya enggak pernah minta mereka hadir di hidup saya. Mereka nongol sendiri dengan suka cita dan keikhlasan hati. Enggak seperti kamu, yang selalu meminta orang-orang hadir di hidup kamu. That’s our different part.

Saya sedang marah. Tepatnya merasa dikhianati. Nggak enak memang rasanya. Pun terbiasa juga masih sakit kok rasanya. Pun saya udah pro, tetep aja nohok kok rasanya. Trus saya mesti gimana? Yah, selain marah dan marah dan marah dalam diam, saya bisa apa lagi?

Dia memanfaatkan sisi lemah saya, yaitu enggak tegaan. Ya, muka saya memang sangar, tapi saya orangnya enggak tegaan. Terlebih kalo ngeliat orang yang punya banyak masalah. Saya notabene-otomatis-pasti-pas akan ngiyain apapun yang dia mau, apapun yang dia minta. Walaupun harus ngorbanin waktu dan fokus saya. That’s fine buat saya. Karena saya cukup tahu gimana rasanya butuh seseorang. Sangat butuh seseorang. Maka, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk selalu ada kapanpun dia butuh saya. KAPANPUN.

Tapi sangat-amat tertohok rasanya ketika mendapati kenyataan bahwa dia cuma menggunakan kamu karena merasa bosan dengan hidupnya yang monoton. Dan dia melakukannya enggak cuma sama kamu, tapi sama siapa saja yang berpotensi jadi kayak kamu.

Saya jadi teringat kalimat teman saya.
“Menyakitkan ketika seseorang tidak bisa melepasmu, bukan karena dia cinta. Tapi karena dia tahu kamu akan selalu ada saat ia butuh.”

Well, sepertinya, lagi dan lagi, saya harus menggigit lidah sendiri :)
Selamat untuk saya.



0 komentar:

Posting Komentar