Aktor



Kapan kamu merasa akan cukup dewasa?

"Kenapa kamu terus mempertanyakan kedewasaanku? Toh selama ini aku rasa aku sudah cukup mampu memuaskanmu"

“Bukan itu. Nyata hidupmu tidak pernah baik-baik saja. Hal-hal kecil ini....hal-hal sepele ini selalu mengganggu pikiranmu. Menguras emosimu. Menghancurkan kita.”

"Kamu mau rokok? Sebaiknya kamu ambil sebatang"

“Aku sudah berhenti. Jauh sebelum watakmu berubah menjadi semakin keras. Dan semakin tidak bisa ditebak. Terima kasih. Tapi sepertinya kamu sudah tidak lagi bisa membedakan mana yang masa lalu, mana yang sekarang”

"Hahahahahaaha... Kamu berubah? Oh iyaaa.. kamu berubah, sayang. Kamu kini telah semakin tua. Kamu tau, saat kita bertemu umurmu sudah 40. Dan wajar kini kamu sudah semakin tua. Aku selalu mampu membedakan, sayang. Masa lalu, kamu lebih hebat dari sekarang"

"Ini bukan masalah tua. Aku berhenti karena aku menyayangimu. Ingin hidup lebih lama bersamamu. Tidak ingin kamu sendirian terlalu cepat. Aku sangat ingin berhenti karena begitu mencintaimu."

"Baiklah. Sebenarnya apa sih yang kamu permasalahkan? Kartu kreditku yang selalu overlimit? Hobiku belanja yang semakin tak waras? itu? Kini kamu mulai hitung menghitung? Ah.. atau? aku yang tak ingin punya anak darimuDengar. Aku tak ingin menjadi sukarelawan yang mengandung anakmu dalam rahimku"

"Bukan itu."

"Lantas?"

"Hobi barumu.", setengah berbisik Andra menekan setiap katanya

"Yang mana? Bukankah hobiku selalu berganti setiap saat katamu. Hobi yang mana yang kau maksud?"         

"Main berondong." Ditatapnya lekat wajah wanita yang sudah 5 tahun dinikahinya. Dingin. Penuh amarah.

"Hahahahahaaha" Suara tawa Lisa parau. Akibat rokok yang terlalu sering dicumbunya.

"Sayang, aku hanya bermain. Tak pernah bersungguh-sungguh. Ah, kenapa itu jadi masalah sih buat kamu?"

"Apa aku pernah mempermasalahkan saat kamu bermain bersama duda-duda itu? Atau bule itu, siapa dia? Ah, iya, Wilson. Apa pernah?”

"Kamu selalu terlihat menggemaskan saat sedang marah, sayang. Ah sudahlah aku letih. Ayo kita istirahat saja, atau kau ingin bermain-main dulu denganku sebelum dengkuranmu terdengar?" Lisa mengerling nakal dan jemarinya mulai menjalari tubuh Andra.

"Menggemaskan?", dicengkramnya kedua pundak Lisa.

"Aku marah, Lisa! Demi Tuhan! Jauhkan tanganmu!" Ditepisnya tangan Lisa dan didorongnya tubuh istrinya itu ke tempat tidur.

"Pa. Cukup deh main sinetronnya. Apa iya setiap malam kita harus beradegan konyol seperti ini setiap menjelang tidur?" Sudahlah. Relakan masa-masa keemasan kita pudar. Sekarang kita tak lagi laku." Lisa mulai kehilangan kesabaran.

"Relakan?", Andra mendengus.

"Relakan, kamu bilang?" Kini ia mulai tertawa.

"Baik." Tiba2 tatapannya kembali tajam.

"Relakan ini semua. Pergi....pergi kau, perempuan jalang!"

Ditariknya tangan Lisa. Lalu, tanpa belas kasihan sedikitpun, diseretnya tubuh mungil Lisa.
Seperti tidak ada cinta di hatinya sebelumnya, Andra menghempaskan tubuh Lisa ke luar kamar.

"Pergi!"

Lisa mengaduh kesakitan karena tubuhnya diseret dengan biadab dengan suaminya sendiri. Lenguhan terdengar dari mulutnya. Lisa bangkit dan berdiri. Pergi dari apartemen ini. Kali ini keputusannya telah bulat untuk meninggalkan Pria gila yang terobsesi akan ketenaran masa lalunya. Lisa capek harus berakting tiap malam. Berakting tanpa kamera. Tanpa sutradara.

"Thomas. Malam ini aku ke rumahmu, ya. Aku tak tahan lagi dengan Andra" Lisa melangkahkan kaki menjauhi apartemen Andra. Ah.. setidaknya ia akan memulai hidup baru dengan seorang produser hebat.

Masih di kamar itu, di ujung tempat tidur, Andra menatap kosong ke arah jendela apartemennya yang ada di lantai 32. Kerlap-kerlip lampu kota menemani. Andra menghela nafas. Ditengadahkannya tangannya, mengusap wajah.Di sela-sela pikiran dan emosinya yang hancur berantakan, Andra meraih ponselnya. Terdengar nada sambung setelah ia memencet beberapa digit nomor.

"Halo." Samar, suara di seberang sana menjawab.

"Thomas, aku butuh kamu malam ini."



Tulisan kolaborasi Intan Khuratul Aini dan Desrian Harleni

0 komentar:

Posting Komentar