Pun sekuat tenaga kucoba lupa, tetap saja sakit rasanya. Nyelekit. Jika saja kamu tahu, maksudku, benar-benar tahu, untuk setiap perih itu, yang kucoba tahan sempurna. Aku tidak menyalahkanmu untuk itu. Kamu hanya manusia. Juga kesepian. Mungkin aku tidaklah cukup, untuk menahanmu. Mungkin. Aku sebenarnya tidak pernah benar-benar tahu, tidak cukup tahu, apa aku cukup berarti. Setidaknya di setiap pertengkaran kita, apakah cukup hanya aku. Walaupun sepi itu datang. Apakah cukup hanya aku.
Katakanlah aku memang menyakitimu. Ya. Kita memang lebih sering saling menyakiti, tapi tidak bisakah cukup sampai disitu? Jangan kamu tambahkanlah lagi dengan sabitan lain yang tidak kalah perih. Saat kukatakan jangan, dengarkanlah. Aku hanya seorang manusia yang sedang mencoba untuk berhati. Jadi, maklumi untuk setiap amarah yang membuncah. Aku sungguh baru saja merasakan, sulitnya berhati.
Jika matahari saja bisa jengah, apalagi kamu? Ya. Aku sangat memahami sulitnya kamu. Hanya saja, mungkin ini masalah hati yang tidak kunjung kuyakini, bahwa aku bisa. Mungkin saja aku mampu. Untuk mengerti, apa yang kamu perjuangkan adalah nyata. Dan pasti. Masih terlalu absurd untuk kubisa. Katakanlah aku hanya harus menerima. Tidak, itu katamu. Cukuplah aku menerima. Semua yang kamu beri. Cukuplah aku memasung kaki. Bersamamu. Agar aku tidak bisa melangkah. Kemanapun. Selain di sampingmu.
Tapi apa sekarang itu cukup? Jika perihnya begini nyelekit.
Apa cukup jika hanya ada aku?
dan kamu harus bisa terima, tanpa harus mengerti, apapun itu rasanya, lebih baik maju daripada berhenti disitu
BalasHapushihi