Sepiring Lontong Dan Sepotong Rindu

Aku merindukanmu. Tidak tahukah kamu? Ya. Kamu memang tidak tahu. Karena rinduku masih saja biasa. Sederet pesan saling berbalas. Sudah cukuplah. Tapi tahukah kamu, ini kali pertama aku merindukan seseorang seperti ini? Ah, aku rasa kamu juga tidak tahu. Karena lagi-lagi aku tidak berani mengungkapkannya. Rindu ini terbilang biasa. Sederet pesan saling berbalas. Sudah cukuplah.

Kadang, kuharap kamu tahu, tidak banyak yang kuminta saat aku merindu. Tidak perlulah sampai bertemu muka, rinduku belum sedahsyat itu. Tidak sehebat itu. Masih terbilang biasa saja. Aku hanya perlu kamu temani sekejap. Lewat sederet pesan saling berbalas. Juga kata sayang yang sering kamu lantunan. Cukup sederhana kan?

Namun, rindu yang biasa ini entah kenapa tiba-tiba berubah menjadi hambar. Ya. Aku tahu. Kamu tidak tahu. Karena tidak pernah terucap dari bibirku, menggema namamu, mengatakan aku merindukanmu. Wajar kamu meninggalkanku. Bukan salahmu.

Rindu yang hambar. Sepiring lontong yang berantakan. Aku sesenggukan. Bukan menggalau. Hanya merutuk, bahkan merindukanmu saja bisa sebegininya. Aku yang begitu sulit, atau rindu ini yang tidak pernah cocok denganku? Entahlah.

Hambar sudah. Hilang selera.

Maka, aku pun menyudahinya. Rinduku untukmu. Yang biasa saja ini. Terasa semakin biasa.

Dan aku semakin malu untuk mengakuinya.

Juga lontong yang mendadak ikut terasa hambar.


0 komentar:

Posting Komentar