Mereka Gak Peduli



Di suatu sore di sepetak warung kopi, saya dan sahabat saya, Rudi, tengah menyesap segelas minuman berperisa kopi sembari mengobrol. Saya baru saja tiba, bersepeda dari rumah dan rasanya cukup ngos-ngosan juga ketika tiba disana. Sudah cukup lama ternyata saya tidak bersepeda.

Di sela obrolan kami yang tentang apa saja, Rudi tiba-tiba berujar.

“Len, kamu tahu apa? Laki-laki jika bertemu laki-laki lain yang bajunya sama, mereka jadi temen. Tapi gak dengan perempuan. Jika bertemu dengan perempuan lain yang bajunya sama, mereka menjadi musuh.”

Saya terkekeh. Dia benar. Saya juga seperti itu. Tapi gak sampai jadi musuh juga, minimal malu karena bajunya samaan. Besoknya baju itu akan enggan dipakai, perlu berpikir 100 kali untuk kembali mengenakannya. Berlebihan? Yup. But that’s woman.

Saya lalu menggodanya.

You know what?”, saya mengeluarkan kaki saya dari sepatu. “Kuku-kuku kakiku aku cat warna-warni.”, sambil memamerkan kuku kakiku yang dikuteks beragam warna.

Shit!”, dia mengernyit. “Do you remember my post about nails?”, tanyanya.

Ingatan saya melayang ke beberapa hari lalu.

Iya. Beberapa hari lalu Rudi mem-post sesuatu di facebook. Sebuah gambar, dari 9GAG.
















Saya tertawa geli.

“Aku tahu kamu nyindir aku. But you know what, Rud? I don’t care!”, ucapku mentah-mentah, sembari terus terkekeh.

I really don’t care, Rud.

Iya. Saya benar-benar gak peduli. Saya pakai kuteks karena saya suka. Dan bisanya juga cuma seminggu di dalam sebulan.

Nothing felt the best than do what we love to do.

Obrolan berlanjut. Masih tentang perbedaan gender. Kali ini saya benar-benar merasa di kubu berbeda dengan Rudi.

You want to know the next truth?”

Yep!

“Perempuan itu bersolek bukan untuk laki-laki. Tapi untuk sesama perempuan.”, ujarnya kalem.

How come? Saya mengernyit. Tidak mengerti.

“Gini, perempuan itu cenderung berpakaian untuk membuat perempuan lain merasa iri. Laki-laki sebenernya gak peduli, Len. Mau jilbab kalian dililit-lilit, baju kalian berumbai-rumbai, kuku kalian warna-warni. Men really don’t care. All they care is it’s you, their girl. That’s it.

Ya. Saya pikir Rudi bener. Cobalah pergi ke pasar, gak usah maksain belanja kalo gak punya uang. Jalan-jalan santai aja sambil memperhatikan para pembeli yang didominasi oleh kaum hawa. Perhatikan obrolan mereka. Pasti ada yang dua-tiga seperti ini.

“Ih, ini lucu kan yak? Iya kan?”

“Yang ini cantik kan?”

“Jilbab yang ini matching gak sama baju aku yang kemarin itu kita beli di ET?”

Dan bla…bla…bla… lainnya yang sudah sering saya dengar.

Gak heran di pasar Aceh toko didominasi oleh baju-baju perempuan dan modelnya cepat sekali berganti.

Do we really do that for men? I mean, all that stuff –panas-panasan, pengorbanan uang jajan, capek-capekan- hanya untuk impress men? Nope.

The main reason why we  do that with all our heart and soul is we want that jelousy. From other women.

Dan jarang sekali laki-laki akan memuji perempuan cantik dengan jilbab yang dililit-lilit, rok yang melambai-lambai seperti rumput laut, dan high heels. Kecuali di hari wisuda kamu atau hari pernikahan kalian. Itu juga terpaksa karena mereka tahu pengorbanan ke salon itu mahal.

Selamat menikmati Senin!

Dan hey! Kuku saya hari ini pink loh...


Syarat: Gak Merokok



Saya tidak tahu kalimat pembuka yang pantas untuk tulisan ini. Tapi yang jelas ini tentang perbedaan persepsi karena perbedaan gender.
*ecek-eceknya serius*
cool onion head

Lelaki dan perempuan. Selalu melihat sesuatu dari sudut berbeda namun pada akhirnya akan selalu mencari simpang persamaan dimana mereka dapat berdiri di keyakinan masing-masing. Mungkin memasabodohi perbedaan. Atau mungkin mengutukinya? Apapun bisa.

Semasa SMU dulu, pasti ada satu-dua perempuan yang mensyaratkan calon pacarnya adalah laki-laki non-perokok. Percaya saya, tapi jangan mengimani, dulu syarat seperti itu akan sangat dianggap keren oleh teman perempuan yang lain dan akan dianggap unik sebagai seorang perempuan di mata kaum adam. Lagipula, memacari seorang lelaki non-perokok sudah terjamin kehalalannya. Karena merokok itu makruh.
crazy monkey 020*garing 



Saya. Saya adalah dari berjibun perempuan yang mensyarati demikian. Dari dulu.

Sampai sekarang. Sayangnya…

Lalu ada yang berujar seperti ini,

“Perempuan yang mensyarati calon pacarnya non-perokok atau bahkan menyuruh pacarnya untuk berhenti merokok adalah sebenar-sebenarnya alasan yang dibuat-buat.”

Lalu saya berpikir, lama sekali. Seperti tersentil. Karena saya termasuk ke dalam golongan perempuan tersebut.

Saya memang terlahir di keluarga yang sedari saya ada memang bebas dari asap rokok. Bapak saya –dulunya- seorang perokok, semasa lajang. Namun setelah berkeluarga dan punya seorang anak, beliau berhenti.

“Syarat jangan merokok? Bisa sebenernya. Bisa aja kami berpura-pura gak ngerokok. Hanya di depan kalian. Soal bau? Itu bisa diilangin dengan menyikat gigi. Itu bisa.”, lanjutnya menambah kekuatan argumennya.

Saya gak mau kalah dong.

“Berenti ngerokok itu nunjukin komitmen kalo kalian serius mau ke arah pernikahan.”, gitu saya ngomong, sedikit nyolot memang. Karena saya sudah tersentil di awal argumennya.

Dia terkekeh.

“Kalo kayak gitu jalan ceritanya, oke. Kami akan berenti ngerokok setelah kami menikah. Bisa kan?”

Gampang. Sangat gampang dia memuntahkan argumen saya. Sial.

Dan saya kembali terhenyak.

Apa yang ia katakan benar. Jangan-jangan saya juga cuma buat-buat alasan supaya dianggap unik?
Lalu, secuil dari harga diri saya terlepas dari bingkainya. Jatuh, membentur lantai. Berserakan. Tidak lagi saya pungut. Karena apa? Saya merasa tertampar dengan semua argumennya.

Lama saya mikirin hal ini. Sampe di satu titik saya tersadar.

Iya. Saya kemudian nyadar, alasan saya mensyarati pacar adalah non-perokok tidak lain dan tidak bukan berasal dari keluarga sendiri.

Iya lagi. Keluarga saya gak menginginkan saya bersuamikan seorang perokok.

Ya. Tiba-tiba saya merasa keren lagi. Harga diri yang secuil udah berserakan dan ogah saya pungut itu tiba-tiba menyatu kembali ke bingkainya.

Ini jelas bukan soal keren-kerenan atau unik-unikan.

Ini soal kebiasaan.

How your behaviour will show the truly you.

Gimane? Pade ngarti kagak?

Intinya sih gini. Saya mending nyari aman dengan macarin seorang non-perokok karena kalo-kalo salah seorang anggota keluarga saya ngeliat pacar saya entah dimana dengan sebatang rokok di tangan padahal di depan keluarga saya dia ngakunya bukan perokok malah bakal kacau jadinya. 

No, Baby. I won’t take that risk.

Jadi, kesimpulan dari tulisan ini adalah:

Don’t give a damn to this shit and you just waste your time to read this. crazy monkey 039

Adios!
crazy monkey 105



Backpacker Abal-Abal yang Gagal

Tetiba, saya mengangeni 2 sahabat saya, Intan dan Rudi. Dan tentang banyak hal-hal konyol namun menarik yang kami lakukan bersama. Hal-hal sederhana yang tidak pernah dipikirkan orang sebelumnya.

Pikiran saya melaju mundur ke satu kenangan khas yang hanya pernah saya lakukan bersama mereka, yaitu menggembel.

Ya, kami 3 backpacker gagal yang mencoba puas dengan segala keterbatarsan izin dan finansial mengelilingi kota Banda Aceh tercinta ini dan terus berangan-angan suatu saat nanti kami bias menjelajahi kota-kota lainnya, bahkan di negara lainnya. Amin.


 Saya, Intan, dan Rudi

Mungkin 2 tahun silam, saya, Intan, dan Rudi –di antara penatnya pikiran akibat tuntutan usia dan orang sekitar- memutuskan untuk berjelajah sebentar di kota kelahiran kami, Banda Aceh. Berbekal uang seadanya dan motor yang sengaja diparkir, penjelajahan kami di mulai di Mesjid Raya Baiturrahman.


Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh

Lahir, tinggal, dan tumbuh di kota ini tidak menjamin setiap warganya pasti, pernah, bahkan sering menjejakkan kaki di bangunan agung ini. Termasuk saya. Dan 2 orang sahabat saya. Bisa dihitung dengan jari berapa kali kaki saya pernah menapak di tanah ini dan kening saya pernah bersentuhan dengan lantainya. Ada alas an mengapa kami memilih memulai pernjelajahan di titik ini. Selain karena letaknya yang tepat di tengah-tengah kota –sehingga memudahkan kami untuk berkeliling dengan berjalan kaki- juga karena sudah masuk waktu Dzuhur.



Menara Mesjid Raya Baiturrahman


Jangan ragukan keindahan bangunan ini. Saya sungguh masih berdecak kagum setiap kali masuk dan melihat interior keseluruhan ruangan. Elok. Ditambah dengan hawa sejuk yang sangat kontras dengan teriknya matahari di luar sana, membuat saya betah berlama-lama di dalamnya.


Interior Mesjid Raya Baiturrahman

Setelah puas menjelajahi setiap sudut Mesjid Raya, kami –backpacker gagal- melanjutkan perjalanan ke sebuah pemakaman Belanda, Kerkhof. Namun, di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak di Blang Padang untuk menikmati sepiring batagor terlezat di kota Banda Aceh yang hanya seharga Rp. 5.000 per porsi.


Sepiring Batagor Terlezat di Banda Aceh


Blang Padang merupakan sebuah lapangan tempat kegiatan-kegiatan umum, seperti upacara 17 Agustus atau pameran. Disini terletak sebuah pesawat yang menjadi monumen kebanggaan karena merupakan pesawat pertama yang dimiliki Indonesia yang dananya berasal dari Aceh.



Ecek-ecek backpacker


Meloncat sedikit ke seberang, akhirnya kami tiba di Kerkhof.

Kerkhof adalah pekuburan bagi prajurit Belanda yang gugur di dalam perang Aceh. Pada pintu masuknya, ada semacam gapura yang di dindingnya dipahat nama-nama tentara Belanda yang tewas lengkap dengan lokasinya.Tentara yang berperang bersama Belanda tidak hanya berasal dari negara kincir angin itu saja, namun ada juga tentara pribumi yang berasal dari Ambon, Batak, dan Jawa yang ikut berperang membela Belanda. Maka, tidak heran ada banyak nama-nama lokcal yang terukir di dinding pintu masuk pemakaman ini.


Pintu masuk Kerkhof yang mirip gapura


Ada dua hal yang paling saya sukai dari pekuburan ini, yang pertama adalah langitnya yang selalu tampak indah. Saya begitu mengagumi bagaimana perpaduan rumput, batu-batu nisan dan langit yang biru bisa sangat epic di mata saya. Yang kedua adalah suasana yang begitu tenang disini. Lupakan soal angker, saya sama sekali tidak merasakannya. Kecuali kalau datangnya di malam hari. Mungkin saja.


 Entah apa maksudnya





Nama tentara Belanda beserta lokasi mereka gugur, semua diukir di sepanjang dinding pintu masuk
Keheningan, rumput yang hijau, dan langit yang biru

Puas menjelajahi Kerkhoff, perjalanan dilanjutkan ke taman sari. Mau ngapain kesana? Main ayunan dong.

Nggak. Saya bercanda. Ini dikarenakan usia dan pola hidup tidak sehat, kami yang baru sekali ini berjalan kaki sudah kecapekan juga kehausan. Uang di kantong hanya tinggal 6 ribu sedangkan kami butuh minum. Akhirnya kami membeli 2 botol air mineral dan dibagi 3. Miris.

Dengan peluh yang membanjiri, nafas yang terengah-engah, ketek yang baunya sudah tidak tertahankan, uang yang terkuras habis, kami memutuskan untuk mengakhiri penjelajahan ala-ala backpacker ini. Dengan langkah terseok, kami kembali ke parkiran Mesjid Raya untuk mengambil motor masing-masing dan berpisah menuju rumah masing-masing.

Saya benar-benar merindukan kenangan itu. Semoga nantinya kita bisa berjalan kaki lagi mengelilingi kota –di lain negara. Doakan saja.

Jika Saya Liburan



Jika ada yang bertanya saya ingin berlibur kemana, akan saya jawab dengan tegas, Antartika. Pembagian hari dan malam disana menarik. Enam bulan siang dan enam bulan malam. Ini dikarenakan letak Antartika yang di kutub bumi sehingga sinar matahari menyapu daratan itu selama enam bulan secara terus-menerus. Begitu juga dengan malam. Pretty cool, huh? Mungkin saja saya bisa belajar dari beruang kutub bagaimana caranya berhibernasi selama enam bulan 6. Lalu beraktivitas selama enam bulan siang. Setidaknya saya hanya harus merasakan hidup selama 6 bulan di satu tahun kalender Masehi. Atau saya buat saja kalender sendiri yang setahunnya hanya terdiri dari 6 bulan? Saya pasti lebih cepat tua dari penduduk bumi lainnya. Dalam setahun kalender Masehi, saya berulang tahun 2 kali di kalender made in saya sendiri.

Saya mungkin dapat memelihar serigala sebagai pengganti kucing. Mengingat kucing pasti tidak tahan hidup disana. It will be so cool, I guess. Ketika ada teman saya dari Aceh bertanya peliharaan saya apa, saya akan menjawab dengan ke-cool-an yang tidak bisa dibayangkan, “Serigala putih.”, dengan sedikit menaikkan alis kanan dan segaris tipis sunggingan senyum. Lalu memajang foto-foto saya bersama perliharaan di akun jejaring sosial. 100% cool!  Atau beruang saja? Beruang putih juga bagus. Ukurannya yang besar cocok dijadikan selimut di saat saya harus berhibernasi selama enam bulan. Menjaga saya tetap hangat.

Lalu saya membayangkan akan seperti apa rasanya lebaran disana. Ya, disini kan lebarannya 2 kali setahun, Idul Fitri dan Idul Adha. Dan penganan yang khas di saat lebaran itu pasti lontong atau ketupat. Direbus, pastinya. Bagaimana kalo nanti saya disana, saya buat lontong beku? Caranya cukup dicelup-celup ke dalam air es. Saya ambil sebongkas es untuk alas duduk, saya lubangi lantai dapur rumah saya lalu saya celup-celup saja lontongnya.

Oke. Absurd.
 crazy monkey 191

Tapi, yang jadi permasalahannya adalah, dimana saya bisa mendapatkan daun pisang disana jika spesies sejenis pisang-pisangan hanya tumbuh di daerah tropis? Mungkin bisa saya ganti dengan daun-daun lain yang tumbuh disana. Lalu dengan kuah lontongnya? Dimana saya bisa dapatkan kelapa? Apa pohon kelapa tumbuh disana? Oh, pastilah mereka punya santan kemasan yang dijual di supermarket. Akan keren sekali pastinya pergi ke supermarket naik kereta salju dengan jaket-jaket tebal itu juga sepatu bot. Woohoo! I can feel the awesomeness!



Tunggu, di Antartika ada pohon gak sih?
 crazy monkey 100

The OLD Time





Seperti gulungan benang pancing. Jika hidup bisa ditarik dan diulur sesuka pemancingnya, pastilah tidak akan ada yang namanya penyesalan. Pepatah "sesal selalu datang terlambat" sudah tidak asing ditelinga siapapun. Terlebih yang sudah acap kali menyesal. Mengecap sesal bukan perkara gampang. Imaji tentangnya memperburuk kenyataan yang akan terjadi. Juga harapan yang masih tersisa melukis sketsa-sketsa semu, biasanya berselimut fatamorgana.

Saya pernah bangun di suatu pagi –pagi menjelang siang sebenarnya- dan mendapati diri saya merindukan masa lalu. Ya. Masa lalu yang sangat ingin saya singkirkan, tiba-tiba saya ingin menyuruh sesiapapun penyihir untuk mengirim saya kesana.

Saya rindu kets, fanatisme pada Linkin Park, juga pulpen dan kertas bekas yang dijepit ke papan ujian. Tahu kan papan ujian? Papan persegi panjang yang dipakai menggantikan kursi yang tidak memiliki meja untuk mengisi kertas jawaban.

Tetiba saya rindu pada dunia sederhana saya itu. Di kala hidup hanya ada lagu Linkin Park yang mengalir dari earphone masuk ke gendang telinga dan kertas bekas print-an yang dibalik sehingga bagian kosongnya bisa saya isi dengan coretan.

Saya rindu duduk di bawah pohon di belakang aula, bermain imajinasi hanya dengan 3 warna –merah, hijau, hitam. Tenggelam dalam dunia dimana hanya saya yang mengerti, juga mengalami. Menarik garis demi garis tak lurus yang saya paksakan membentuk sesuatu yang bisa diterima otak menyerupai salah satu benda di kehidupan nyata.

Saya ingin mengulang hal-hal itu, menjerumuskan diri lebih dalam agar chaos di permukaan teredam ketidakpedulian.  Lalu hingar perlahan mengendap di pijakan-pijakan kets saya. Bingar pun meresap di antara udara yang saya sesap dan saya hempas seketika.

Saya melihat ke sekeliling kamar. Jelas banyak yang berubah. Saya yang sengaja mengubah atau memang sudah saatnya saya berubah. Yang jelas tidak ada lagi ransel yang dipakai kesana-kemari, berganti dengan bermacam tas dengan warna-warni yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Lalu kets…sudah dengan rapi masuk kembali ke kotak-kotaknya yang sengaja saya simpan. Saya tahu suatu saat saya hanya akan bisa melihatnya dengan kenangan. Kemeja-kemeja juga berganti dengan yang lebih bisa diterima Ibu saya sebagai ibu seorang anak perempuan.

Well, that’s life, I guess.

Bukan indah sekali masa lalu saya sehingga saya ingin kembali kesana. Banyak yang saya sesali. Tapi prosesnya telah saya lewati hingga sesaknya seperti apa sudah tidak saya rasakan lagi. Sekarang yang ada hanya nafas lega dan hal-hal baik di masa lalu tiba-tiba menjadi sangat berharga untuk diingat.

We will truly know what we had until it’s gone.

Saya rasa pepatah itu benar adanya.




Tentang Mimpi. Juga Nyata.




Saya gak tau apa ada yang juga ngalamin apa yang saya alamin saat bermimpi. Saya gak bisa kategorikan ini mimpi indah, mimpi buruk, atau mungkin mimpi basah? (yang terakhir berlabel 18+) Karena jelas-jelas rasanya bukan seperti mimpi. Tapi terasa nyata.

Mimpi kayak apa yang saya maksud?

Let me explain it…

Belakangan ini rilis film Hollywood yang berjudul Inception yang dibintangi oleh Leonardo DiCaprio. Pernah nonton kan?

Yup. Inception ini menceritakan tentang metode mimpi yang dipakai untuk menanamkan cikal-bakal ide di kepala seseorang, artinya ada yang mengendalikan mimpi orang lain untuk mempengaruhi pikiran demi sebuah kepentingan sebuah pihak. But, that’s not the point.

The point is…

Di saat pertengahan menuju akhir film sebelum tulisan the end diceritakan bahwa mimpi itu bisa bertingkat. Iya, mimpi di dalam mimpi. Maksudnya adalah, kita yang sedang tidur bermimpi, di dalam mimpi itu kita juga sedang tertidur dan juga sedang bermimpi. Ini disebut mimpi level 2 –bermimpi di dalam mimpi.

Semakin tinggi level mimpi seseorang, maka semakin susah ia untuk bisa terbangun atau dibangunkan. Karena prosedur yang diperlukan untuk bisa benar-benar bangun adalah si pemimpi harus bisa sadar atau terbangun di setiap mimpinya secara berurutan. Jika di salah satu mimpi ia belum bisa terbangun, maka ia belum bisa terbangun di dunia nyata.

Seems pretty scare, huh?

Itu yang saya alami di malam hari. Seringnya. Dan itu belum seberapa parah.

Mimpi tapi sadar, pernah mengalaminya?

Kamu tidur, bermimpi, sangat mengerikan, kamu ketakutan, lalu kamu terbangun. Ya! Kamu terbangun! Kamu telah sadar! Kamu tahu kamu sedang di kamar, di atas tempat tidur, memeluk guling, tetapi anehnya kamu tidak mampu membuka mata bahkan menggerakkan organ tubuhmu sendiri. Kamu berusaha sekuat tenaga untuk bisa membuka matamu, menggerakkan lenganmu sementara mimpi masih terus berlanjut dalam keadaan kamu yang sadar. Dan berhasil! Lenganmu bergerak, kamu menarik bantal lalu melemparnya jatuh ke lantai. Tapi… Kamu hanya berhasil membuka sedikit matamu, lalu…  Seperti ada kekuatan lain yang memaksamu untuk menutup matamu kembali agar kamu bisa kembali ‘menikmati’ visualisasi mimpimu.

Tidak ada mimpi sejenis itu yang punya cerita indah, seenggaknya dari pengalaman saya. Seindah dan senormal apapun jalan ceritanya kamu akan tetap ketakutan dan panik. Karena apa? Karena kamu gak bisa terbangun dari mimpimu sendiri dan kamu sudah dalam keadaan sadar.

Saya pernah bermimpi sedang bermimpi. Lalu terbangun di dalam mimpi setelah berjuang keras membuka mata dan menggerakkan organ tubuh. Saya ketakutan, berkeringat hebat, langsung melompat dari tempat tidur dan berlari tergesa menuju dapur. Di situ, di dalam mimpi itu, kakak ipar saya sedang menyuci piring. Saya menghampirinya, mencengkram kencang tangannya, dan berteriak,

“Jangan biarkan saya tertidur lagi!”

Lalu entah bagaimana, saya sudah kembali melihat tubuh saya berbaring di tempat tidur. Di sebelah saya ada abang dan satu orang teman saya. Mereka sedang bercakap-cakap. Dan disitu saya juga sedang berjuang untuk terbangun. Saya tahu, saya sadar ada abang saya dan seorang temen disitu.

Saya cengkram tangan abang saya setelah melalui perjuangan keras untuk dapat bergerak. Namun mata saya masih tertutup rapat. Abang saya kaget, ia lalu mendapati nafas saya yang naik-turun dengan cepat dengan mata masih tertutup. Ia mengguncang-guncang tubuh saya, mencoba membangunkan saya, memanggil-manggil nama saya.

Tidak lama semuanya berubah gelap total…

Ya. Saya berhasil bangun dari mimpi saya dan sekarang saya tinggal menghadapi satu tingkat mimpi lagi untuk bisa sepenuhnya terbangun. Dan perjuangan yang saya butuhkan untuk bisa benar-benar sadar di tiap mimpi sama. Maka, setelah benar-benar sadar nanti saya akan merasa sangat kelelahan, ketakutan, tapi sangat mengantuk dan mengundang saya untuk kembali tertidur. Bukan tidak mungkin saat saya jatuh tertidur lagi, saya akan terperangkap lagi.

Saya mencoba mencari tahu masalah ini dan dari hasil search di google saya mendapatkan nama untuk kejadian yang saya alami, yaitu REM atau Rapid-Eye Movement. Sila dicek jika berkenan. Saya teramat malas menjelaskannya disini.  dizzy crazy rabbit

Kelumpuhan tidur
Kelumpuhan Tidur adalah kondisi yang mempengaruhi banyak orang di dunia. Hal ini berhubungan langsung dengan keadaan tidur REM dan mimpi. Kelumpuhan tidur berhubungan dengan atonia REM, yaitu keadaan kelumpuhan yang terjadi selama tidur REM. Seseorang mengalami kelumpuhan tidur ketika otak bangun dari siklus tidur REM, tapi keadaan lumpuh tetap terjadi. Orang tersebut sadar, tapi tak dapat bergerak. Mereka terus bermimpi dan dalam banyak kasus, mereka dapat mengalami secara visual mimpi mereka di dalam kamar mereka. Seseorang yang mengalami kelumpuhan tidur tidak sadar sepenuhnya, tapi tahu apa yang sedang terjadi. Pengalaman ini disebut sebagai gangguan pandangan terowongan. Keadaan lumpuh dapat diikuti oleh halusinasi ekstrem dan perasaan takut.

Saya lega saat mengetahui ada penjelasan ilmiah untuk yang saya alami. Saya selama ini berpikir, seperti yang dikatakan orang tua, you know…some kind of evil stuff. Istilah orang tua dulu, ditindih. Iya, penjelasannya itu jadi ada semacam setan atau iblis yang menindih kita ketika kita sedang tidur maka kita kesulitan untuk bangun.

Belum diketahui apa penyebabnya. Jadi gak ada cara untuk bisa mencegah atau menghindarinya.

Saya berharap ada yang pernah mengalaminya juga agar bisa berbagi pengalaman jump pink mouse

Anyway, saya sudah sampai mimpi level 3. Kamu?

gambar diambil disini: http://fc03.deviantart.net/fs70/i/2012/194/9/f/wake_me_up_from_this_bad_dream_by_paatkaa-d57246v.jpg

Skill yang Harus Dimiliki Penjual Jilbab



Menyambung postingan Intan Khuratul Aini soal apa yang seharusnya ada di sebuah toko baju, saya kira juga perlu dimiliki toko yang menjajakan jilbab. Mengingat beragam-macamnya bentuk jilbab belakangan ini, atau hijab buat kata gaulnya, saya merasa wajiblah pekerjanya dibekali dengan skill memakai jilbab berbagai kreasi. Ini dikarenakan selera dan gaya seseorang berbeda-beda. Mungkin si A pengen model jilbab yang melintir-melintir hingga kita yakin pastilah kain meteran yang dipakainya sebagai jilbab dan si B gak suka yang begitu meilntir-melintir, lebih suka yang simpel cara pakainya tapi tetap keliatannya njelimet.

Women!  crazy monkey 069

Maka dari itu, perlu sekali yang jualan di toko jilbab itu menguasai teknik-teknik memuter-muter jilbab dikarenakan begitu banyaknya jenis dan rupa jilbab belakangan ini. Contohnya, ada yang namanya pashmina, katun jepang, atau entah apa lagi itu namanya. Dan gak boleh diskriminasi gender. Mau laki mau perempuan yang jualan tetep-kudu-harus bisa. Karena pembeli pasti ingin kepuasan kan?

Nah, di suatu siang yang gak begitu siang, bertamasyalah saya bersama dua orang teman saya ke pasar Aceh yang ada AC-nya. Saya sih modal ngences doang, yang belanja itu dua temen saya ini. Si temen, sebuat aja namanya Eva, ternyata punya tempat jilbab langganannya. Jangan nanya nama toko, tapi letaknya itu di lantai 2 agak kebelakangan dikit dua deret dari sudut 45 derajat dengan ketimpangan 67 derajat. Yang jualnya sih laki-laki, masih abang-abang. Cakep. Kalo jilbaban.

Eva mulai menjelaskan model jilbab yang ingin dikenakan dan menanyakan harus seperti apakah pilihan jilbab di antara begitu banyaknya jilbab yang dipajang di toko tersebut. Si Abang terdiam, melihat ke sekeliling toko, lalu menarik nafas panjang dengan tatapan menerawang. Ketika tarikan nafas itu dilepaskan, si Abang menatap Eva lirih…

Dengan sigap si Abang mengambil sehelai jilbab. Cap…cep…cap…cep…

Dan voila!

Si Abang sudah jilbaban dengan anggunnya.

crazy monkey 014

Sayah takjub, Sodarah-sodarah!

Mau nangis rasanya. Saya aja gak pinter pake gituan. Tapi si Abang itu….Abang itu…  

Sungguh melukai harga diri saya!  crazy monkey 013

“Tapi gak suka yang model gitu, Bang. Yang lain bisa?”, mulut mungil Eva sungguh terkutuk. Saya merutuk. Saya was-was apa yang akan saya liat selanjutnya.

Si Abang nyengir, lalu seperti ditantang duel , ia langsung membuka jilbab tadi dan membuat model baru. Masih di kepalanya sendiri   crazy monkey 122

Saya masih melotot, terperangah tak berdaya. Abang….lihat apa yang kau lakukan pada harga diriku?! Berserakan di lantai tokomu!   crazy monkey 090

Singkat cerita, saya akhirnya pulang, setelah selesai memungut kepingan harga diri.

Tapi kalo saya pikir-pikir, perlu juga kan yak skill semacam itu di zaman bersaing seperti ini? Seenggaknya dapat memikat calon konsumen yang merasa tertolong di tumpukan kebingungan karena banyaknya pilihan jilbab. Atau untuk perempuan-perempuan kayak saya, cukuplah untuk hiburan.

Kayak situ? Yang kayak apa emangnya, Neng? crazy monkey 010

Umm…yang kayak gini. Udah deh yak, jangan bahas gituan. Panjang neh nanti   crazy monkey 091



Postingan Absurd 2013


Boo!

Kaget?

Kok nggak?

Rindukah pada saya? Yang jawab nggak saya sumpahin pantatnya gede sebelah.

Hah, rasanya seperti sudah sewindu lamanya tidak bercengkrama dengan tuts dan imaji. Kata sinergi masih terlalu ilmiah buat saya yang kosa katanya pas-pasan ini.

Apa saja yang terjadi?

Banyak.

Kemana semangat saya pergi?

Bertamasya keliling dunia.

Cukup sulit ternyata untuk konsisten menulis satu tulisan di setiap harinya. Bukan terkendala kesibukan. Bukan juga himpitan waktu. Tapi kemalasan.

Saya teringat salah satu monolog seorang pelatih tinju di film Jepang yang saya lupa judulnya apa tapi pastinya berkisah tentang tinju mengatakan kira-kira seperti ini:

“Orang yang diberkahi dengan talenta itu biasanya cepat menyerah. Berbeda dengan yang memang ingin belajar, semangatnya lebih besar.”

Lalu saya merenung. Lama sekali. Sambil berusaha ngeden.

Saya tidak merasa berbakat di bidang ini, tapi saya akui, di saat teman-teman saya dulunya selalu mengerutkan dahi ketika mendapat tugas mengarang di pelajaran Bahasa Indonesia, saya malah tersenyum senang. Bagi mereka, mengarang itu susah. Bagi saya, surga.

Sudah tidak berbakat, cepat patah semangat pula. Sebenarnya saya ini apa? Hahahahahaseeeemahahaha…

Yak! Mari mulai mengumpulkan semangat lagi! Sembari mengumpulkan recehan yang berserakan di dompet Ibu saya. Muahahahaaa….



Rindu Buah-Buahan Masa Kecil

Let's talk about childhood...

Masa kecil saya terbilang cukup indah. Lingkungan saya pada saat itu masih hijau dan mempunyai banyak tanah kosong untuk bermain, termasuk halaman rumah saya sendiri. Saya termasuk ke dalam golongan anak-anak kecil yang masih bisa menikmati indahnya kartun di pagi Minggu dan bermain permainan tradisional di tiap sore hari, seperti engklek, lompat tali karet, kelereng, patok lele, krim, sembunyian, main godok, bongkar pasang, dan masih banyak lainnya –yang sekarang tergantikan oleh bermacam alat canggih dan kadang menurut saya sebenernya…useless untuk anak-anak.

But, time has changed brutally.

Anak-anak sekarang dicekoki dengan segala keinstanan yang bisa dengan mudah mereka dapatkan. Dari mulai bubur sampai kedewasaan.

Di antara sederetan masa kecil saya yang indah, ada yang paling saya rindukan, yaitu buah-buahan yang dulu mudah saya dapatkan di sekeliling saya. Tinggal manjat. Paling lecet-lecet dikit.

Apa saja? Here they are....

Jambu Mawar
Saya gak tau apa bener namanya. Dulunya ada dua pohon jambu mawar di halaman rumah saya. Batangnya tinggi sehingga asik untuk dipanjat dan berbuah sangat lebat. Jambu ini berwarna merah muda (pink) dan rasanya sedikit asam, namun akan sangat manis jika ada yang berwarna merah hati –tapi ini jarang dan biasanya yang berwarna seperti itu adanya di pucuk pohon.


Jambu Air
Rasa buahnya manis dan agak kelat. Akan sangat manis bila buahnya sudah berwarna merah tua kecoklatan. Sesuai dengan namanya, jambu ini kandungan airnya banyak. Sehingga bisa menyebabkan perut kembung kalo makan kebanyakan.


Jambu Air Putih
Pohonnya masih ada di belakang rumah. Tapi sayang udah jarang berbuah karena usianya yang sudah tua. Pohon jambu ini sudah ada sejak zaman Bapak saya masih kecil. 



Jambu Bol
Buahnya sangat asam namun jika sudah berwarna merah hati akan berubah menjadi sangat manis. Letak pohon jambu ini di dekat pagar depan rumah. Saya paling suka bunganya, warnanya meriah.



Jambu Botol
Letak pohonnya di sebelah jambu bol. Buahnya putih dan asam, kadang-kadang jika sudah sangat tua, bisa sangat manis.


Jambu Biji (Guava)
Pohonnya tepat di depan teras rumah saya. Buahnya besar-besar dan daging buahnya berwarna putih. Rasanya manis. Tapi sayang tiba-tiba saja mati.


Jambu Monyet
Adanya di halaman tetangga depan rumah saya :)) Pohonnya besar namun landai jadi enak buat dipanjatin sambil gelantungan duduk-duduk sama temen. Saya kurang suka buahnya karena rasanya kelat.


Rambutan Hutan
Saya rasa anak yang lahir di era 90-an gak mengenal buah ini. Dulu, buah ini gampang saya temui pada semak-semak di lahan kosong ataupun di pagar rumah. Gak jelas kenapa dinamai rambutan hutan ketika isi dalamnya lebih mirip markisah. Saat muda warnanya hijau dan akan berubah kuning/oranye saat tua. Rasa buahnya manis.


Kersen
Dulu saya menyebutnya ceri. Iya, ceri. Saya kira ini ceri yang sering dijadiin hiasan di kue-kue ulang taun itu. Lalu saya bertanya dalam hati, menerka-nerka, kalaulah memang ini ceri yang di kue-kue ulang taun itu, kenapa ukurannya kecil dan kenapa ceri yang di kue-kue ulang taun itu harganya mahal? Kenapa gak petik aja di pohon? Kenapa harus beli? Dan kenapa-kenapa yang masih banyak lagi. *iye, absurd emang anak kecil udah mikirin begituan*

Tapi ketika dewasa saya harus menghadapi kenyataannya, bahwa nama asli buah ini adalah kersen. Rasanya manis dan terasa seperti berpasir di lidah karena bijinya yang banyak dan berukuran sangat kecil.


Mangga
Seinget saya ada 5 jenis pohon mangga dulunya di halaman rumah saya -golek, cengkeh, gadung, dan dua lagi yang saya gak tau namanya. Yang buahnya akan dijual ke pedagang mangga. Pohonnya besar-besar dan tinggi-tinggi. Yang kalo malem terlihat sangat menakutkan.



Ara
Ini bukan kakak Agil di lakon Keluarga Cemara yang sontreknya “Selamat pagi, Emak. Selamat pagi, Abah.” itu. Tapi nama buah. Iya, buah ara ini ternyata bisa dimakan, tapi sayangnya saya telat nyadar dan pohonnya udah keburu dipotong. Dulunya tumbuh di halaman belakang. Pohonnya besar dan berbuah sepanjang musim.


Sekian dulu postingan rindu buah masa kecil -yang lebih mirip artikel majalah Trubus. Kalo saya pengen buah-buahan itu sekarang, saya terpaksa mendapatkannya dengan uang –iya, beli di pasar tradisional. Nyak-nyak disana kadang ada yang menjualnya dengan jumlah terbatas. Maksudnya jumlah terbatas, kadang hanya ada sekantong kecil, itu juga dari kebun sendiri.

Ada yang juga rindu buah di masa kecil? Boleh di-share :)