Baru aja saya ngobrol dengan seorang temen lama via facebook. Well, padahal kami masih tinggal di satu kota dan kuliah di kampus yang sama, namun enggak tahu gimana bisa kami sudah lama enggak bertemu. Saya bahkan sudah lupa kapan terakhir kali kami bertemu.
Singkat cerita, temen saya itu ngajak reunian. Tapi hanya bertiga, yaitu dia, saya, dan temen sebangku saya dulu. Dia meminta saya yang mengatur jadwal ketemuannya.
Lalu dia berceloteh: “Nanti suruh Givo jeput aku yak?”
Saya balas: “Aku aja yang jeput kamu. Sekalian nostalgia.”
Ya. Jaman SMU dulu saya sering antar-jeput dia. Kemana aja. Kalau tujuan kami sama. It’s not a big deal buat saya. Dan it’s not a big deal juga buat dia. Disangkain pacaran itu cuma bonus obrolan untuk orang-orang.
“Jangan. Nanti orang bergosip. Maklum, aku kan udah ada yang punya.”
Oke. Sekarang it’s a big deal buat dia.
Ternyata punya pacar mengubah dia menjadi sesosok pribadi berbeda. Menjadikan seseorang yang lebih bijak dalam melakukan sesuatu. Ada perasaan seseorang yang harus dia jaga dengan hati-hati sekarang. Ada ketakutan baru yang harus diantisipasi sebelum kejadian.
Well, detik itu juga saya merasa kasian sama dia.
Padahal niat saya murni cuma pengen ngulang rutinitas waktu SMU.
Well, detik itu juga saya merasa kasian sama dia.
Padahal niat saya murni cuma pengen ngulang rutinitas waktu SMU.
Tapi tahu apa saya soal itu? Saya masih belum ngerti hal-hal kecil semacam itu karena saya enggak punya pacar. Saya masih saja egois sendiri. Suka-suka saya sendiri. Tanpa ada satu orang yang mesti khusus saya jagain perasaannya.
"Life has changed. And so did people."
Tapi saya enggak pengen ada yang berubah antara saya dan temen saya ini. So, saya paksa aja dia untuk mau saya jeput. Dan akhirnya dia setuju.
Lagian hanya perempuan berpikiran dangkal yang mau cemburu sama saya. Dan saya yakin pacar temen saya ini adalah seorang perempuan cerdas yang mampu berpikir logis.
0 komentar:
Posting Komentar