H-27


Aku pernah mengimajikan memiliki sebuah keluarga kecil, tinggal di pedesaan, mengurusi kebun kecil di pekarangan rumah yang ditanami berbagai macam kebutuhan dapur, menikmati sejuknya udara dan ketenangan, tidak banyak yang perlu dikhawatirkan. Anak-anakku akan tumbuh dalam kebebasan berteman dengan alam, pasti akan lebih cerdas dari anak-anak di kota. Mereka juga akan lebih sadar, bahwa alamlah yang menjaga kita tetap hidup dan sudah seharusnya kita balik menjaga keutuhannya.

Di saat anak-anak kita sekolah, kamu akan menemaniku memanen tomat, cabai, bawang, juga sayur-sayuran. Aku akan mulai memasak kemudian, kamu akan duduk di meja sembari memperhatikanku yang tengah sibuk meracik bumbu. Sesekali kamu tersenyum, menyadari betapa bahagianya keluarga ini. Sesekali aku akan menoleh padamu, karena dalam detik pun aku tidak bisa menghalangi rindu yang memaksaku untuk tidak menuntaskannya. 

Kita akan menua bersama, melihat anak-anak kita tumbuh besar, dewasa, memiliki cucu. Tidakkah imajiku sangat indah?

Di hari ketiga kamu pergi, aku cemburu. Cemburu karena kamu sedang disana, menikmati sejuknya hawa pedesaan. Tanpa aku. Juga lingkar tanganku memeluk manja pinggangmu. Ini bukan soal keterpaksaan yang memaksamu kini tiba disana, atau tuduhanmu aku tidak mampu mengerti. Ini hanya cerita, imajiku yang kucoba bagikan denganmu, juga perasaanku. Bukan untuk memaksamu kembali ke kota ini dan meninggalkan tugasmu. Bukan untuk menuntutmu mengiyakan yang kamu sangka mauku. Ini hanya cerita, imajiku yang coba kusampaikan padamu.

Hey, bukankah di awal kenal dulu yang kita lakukan hanya bercerita? Mengapa sekarang sudah jarang kita lakukan? Aku hanya ingin membagi apa yang kupunya denganmu.

Aku cemburu. Bukan soal rindu atau perempuan. Ini tentang…
 
J a r a k.

Masih 27 hari lagi. Haruskah aku mulai menyegel mulutku?


0 komentar:

Posting Komentar