Perempuan Hebat; Aku


Aku tidak pernah bisa berharap dapat memakaikan sepatumu suatu saat, tidak pernah berani berharap dapat membenarkan lipatan kerah kemeja kantormu suatu hari. Aku bahkan tidak berani mengkhayal bahwa suatu saat, akulah yang kau hujani kecupan selamat pagi di pinggir tempat tidur, bergelut di pelukmu. Sekali pun aku tidak pernah berani. Dulunya.

Tapi kau membisakanku, membiasakanku untuk melihat hari itu. Hari dimana ada hangat di sekujur tubuh karena dekapmu, ada geli menjalari syaraf karena kecupmu, juga yang teramat –ada cintamu yang tidak pernah habis menutupi cacatku.

Kau membuatku berani berekspektasi akan ada sebuah keluarga kecil nantinya dimana para malaikat-malaikat kecil itu memanggilku “Ibu”. Kau membuatku berani terang-terangan berimaji tentang suatu hari itu, juga pembagian tugas siapa yang menyuci, memasak, menyetrika, membereskan rumah dan siapa yang mencari uang juga mengantar-jemput peri-peri kecil itu dari sekolah.

“Ngedapetin perempuan hebat itu memang berat. Nggak boleh pernah ngarep dia bakal peduli keadaan kita gimana. Sedang akan mati atau lagi nonton drama.”

Sudah tidak terhitung berapa kali kau lemparkan serapah itu ke mukaku. Seperti sampah yang enggan kau buang tidak pada tempatnya agar tidak terlihat olehku. Bahkan sekarang semakin sering kau menyadarkanku betapa busuknya aku.

Kau tahu apa? Akan kukatakan sekarang.

Aku bukan perempuan hebat. Tidak pantas diagungkan sejajar Tuhan –tidak dapat dipersalahkan dan mutlak. Aku bukan perempuan yang patut kau ukir mukamu dengan sebilah belati bermata ganda, terlihat olehku seolah senyum namun nyatanya darah mengucur dari sudut kedip matamu. Begitu mengenaskannya kah keadaanmu hanya untuk bisa bersanding dengan perempuan sepertiku? Siapa aku? Bidadari dari surga? Atau titisan dewi dari khayangan?

Bukan. Aku adalah perempuan tidak tahu diri yang masih saja terus bergantung pada cintamu. Menuntut ini-itu. Tanpa pernah mau tahu apa kau sedang sekarat dibuai maut atau sedang merintih manja bersama ajal.

Kau tahu kenapa?

Karena memang seperti itulah aku. Di matamu.


0 komentar:

Posting Komentar