Dila Sayang...


Dila menangis. Bukan tanpa suara, hanya tercekat di kerongkongan. Bukan tanpa air mata, hanya sudah kehabisan cairan di badannya.

Ya. Dila menangis. Seperti meringis. Ingin mengais, secuil saja kasih sayang dari ibunda yang telah melangkah pergi di kala gerimis. Ingin ikuti, langkah-langkah terburu-buru ayahanda saat menarik koper masuk ke bagasi. Ingin teriak, ke langit kelabu, betapa Tuhan begitu tidak adil pada takdir hidupnya yang dilanda duka selalu. Ingin mati, tapi berulang dicoba lagi, hanya perih di lengan tangan menyakiti, hanya luka di leher yang tersisa akibat tali.

Dila yang manis, kulitnya hitam eksotis, senyumnya candu segaris tipis. Namun Dila menangis. Bukan untuk ayah-bunda. Bukan untuk takdir. Tapi untuk apa ia dilahirkan, jika akhirnya hanya terbuang percuma. Populasi di bumi kian memadati, ada baiknya Dila pergi. Dicarinya malaikat maut kesana-kemari. Tak ada yang Dila temui.

Dila yang malang. Aku bukan malaikat pencabut nyawa, aku hanyalah seorang pecundang. Namun, akan kubantu nyawamu meregang. Kuharap kau akan senang, saat di jantungmu kuhunuskan pedang. Matilah, Dila sayang. Damailah disana, kau telah berhasil pulang…




2 komentar:

  1. Anonim21.48.00

    damn ...
    diksinya menjura ...

    keren super dah,
    salam buat dila yah

    BalasHapus
  2. Dila bilang salam balik, Om. Dari dalem kubur.
    *nah lho?

    BalasHapus