Kesunyian


Aku merasa ramai di tengah sunyi ini. Kala kayu-kayu yang menjadi pijakan kaki berderit-derit, di kala itu pikiranku semakin carut-marut. Hey, pernahkah merasa begitu bahagia di tengah sepinya manusia? Aku pernah. Dan baru sekali ini begitu terasa. Sakral. Saat yang ada hanya jeritan angin menggetarkan dedaunan mangrove, riak air yang tampak takut bergejolak lembut membiarkan sinar matahari menelanjanginya hingga ke dasar tanah.

Aku tahu, kesendirian haruslah dinikmati sendiri. Bukan berdua, seperti sepasang kekasih yang menjajarkan botol minuman dan berbungkus-bungkus makanan ringan di pinggir jembatan, duduk menghadap hutan mangrove sambil sesekali cekikikan dan sebatang rokok tak henti disesap oleh lelakinya. Aku tahu, mereka tidak mampu menikmati.

Aku menggeleng. Menghela. Mereka sungguh tidak tahu harta apa yang tersimpan disini tatkala hanya senyap saja bisa begitu berarti. Kubalikkan langkah, melewati lagi sepasang kekasih yang ternyata masih juga bertengger di pinggir jembatan rendah berdinding dedaunan mangrove bergerak-gerak riuh-rendah. Mereka masih terkekeh geli seperti menikmati sebuah candaan yang entah siapa yang melontarkan dan lelakinya masih menyesap rokok –mengepulkan asap yang segera hilang di antara sela-sela hutan.

Mereka kesini untuk melepas rindu.

Sedangkan aku? Menikmati sisa ketenangan sebelum akhirnya harus kembali ke kenyataan. Bahwa selembar foto dapat menceritakan berjuta cerita. Juga rahasia.


0 komentar:

Posting Komentar