Mungkin aku benar-benar tidak pernah jatuh cinta. Mungkin itu hanya perasaan ingin memiliki. Mungkin aku sudah terlalu naif. Juga terburu-buru menyimpulkan. Mungkin.
SMP kelas 2, aku ingat saat sedang berlari menuju kelas
karena guru pelajaran selanjutnya telah masuk. Sedangkan masih banyak murid
yang berkumpul di lorong kantin di sebelah kelasku. Aku berhenti sejenak, berjongkok,
mengikat tali sepatuku, dan menoleh. Lalu, aku melihatnya. Sedang melihatku. Tali
sepatuku terpasang sempurna, aku beranjak memasuki kelas.
Setelah itu, ia sering hadir di jendela kelasku, menatap ke
dalam. Ke dalam. Ke aku yang sedang sibuk menyatat pelajaran di papan tulis. Oke,
main tebak kata bersama teman sebangku. Lupakan soal rajin, aku masuk di kelas unggul, tapi tidak pernah benar-benar masuk di dalamnya. If you know
what I mean.
Aku tiba-tiba jatuh hati padanya. Oh, nope. Pada jenggotnya. Hanya dia yang punya jenggot di
seantero sekolah ini. Jenggot. Come on,
saat itu aku masih panas-panasnya menggilai Mike Shinoda dan talentanya. Okay, jenggotnya juga. Oh, my God, aku merasa, he’s like Mike Shinoda. KW-an Mike
Shinoda yang mampu kujangkau.
Namun, semua tidak harus berjalan indah seperti harapan kan?
We never got together. He’s a player. And I was too dumb to notice. Setelah
itu aku patah hati. Teramat-sangat sakit. Juga sesak. Perlu 2 tahun untuk
mengais kembali kesadaran, juga harga diri. Karena telah terluka oleh sesuatu
yang menye-menye. Itu bukan aku.
Namanya Rizki Fauzi Syahputra. Kelasnya III-4. Ia mengendarai
Honda Supra metalik. Nomor telpon rumahnya 33113.
Lalu setelah itu apa? Yang mampu kuingat dengan sangat jelas
hanyalah jenggotnya. Mendadak semua menjadi konyol di saat SMU. Hey, laki-laki macam apa yang di kala SMP
dagunya sudah ditumbuhi jenggot lebat? It’s
insane. Tiba-tiba aku merasa sangat malu menyebutnya cinta pertama.
Apakah itu cinta?
Kini kurasa bukan. Karena kenyataannya aku tidak pernah
benar-benar menginginkannya. Mike Shinoda lah yang kuinginkan. Dan jenggotnya
mengobsesikanku.
Don't say you love somebody and then change your mind. Love isn't like picking what movie you want to watch, real hearts are at risk.
No, I am not. I just
don’t know the difference. Mungkin cinta masih terlalu jauh dari
jangkauanku. Mungkin menjadi sesuatu yang tidak pernah mampu kumiliki. Mungkin. Who knows? Nobody...
0 komentar:
Posting Komentar