Fresh Air

Saya balik lagi. Saya kembali mempertanyakan eksistensi orang-orang di dalam hidup saya. Dan semua yang ada di dunia maya ini, semua yang coba saya usahakan, sepertinya tidak menunjukkan hasil apapun. Jangankan signifikan. Berpengaruh saja enggak. Tapi yang saya heran adalah saya masih saja menulis di blog ini. Bukankah ini termasuk dunia maya? Mungkin karena tidak ada yang peduli, maka saya merasa nyaman untuk menuliskan apapun. Menuangkan semua yang ada di otak saya. Oke. Tidak semua. Hanya sepersekian bagian.

Saya berusaha. Bukannya tidak melakukan apapun. Saya berusaha menerapi diri saya sendiri. Tapi saya, kembali, mulai ragu untuk langkah yang sedang saya tempuh. Ini enggak gampang. Enggak segampang saya mendamprat orang-orang dari hidup saya. Memaksa mereka keluar seenak jidat saya.

Kecenderungan autis ini semakin membunuh saya. Sudah lama jiwa saya mati. Sudah lama saya berhenti memimpikan indahnya memiliki teman di setiap sudut waktu saya. Saya lebih suka begini, menghabiskan beratus ribu detik hari saya dengan mengurung diri di rumah, menulis, atau tidur. Lebih nyaman. Lebih saya.

Teman adalah hal yang fiktif buat saya. Saya cinta kesendirian ini. Saya cinta memiliki sesuatu secara utuh. Saya bukan narsis. Saya hanya.....terbiasa.

Maka, di saat saya merasa sudah terlalu banyak menghabiskan waktu dengan orang-orang yang tidak saya kenal dengan baik, saya akan merasa kelelahan. Merasakan capek yang luar biasa. Seperti habis lari marathon. Saya butuh istirahat. Mungkin saya akan hiatus lagi. Bukan untuk berpikir. Tapi untuk bernafas sejenak dengan udara kesendirian.



P.S: Tulisan ini bukan untuk menyinggung dua-tiga pihak yang kenal saya dari dunia maya. Saya sangat menghargai kesediaan kalian untuk mau mengenal saya. Hanya saja, inilah saya dan kecenderungan autis saya. Saya masih dalam tahap terapi untuk bisa menerima bahwa hidup saya bisa diisi dengan banyak orang walaupun tidak dari sebagian besar akan saya kenal baik. Atau saya bisa memulai sesuatu dari awal yang tidak nyata.

P.S2: Saya merindukan Givo. Ya. Givo Aulia Isnan. Thx God, he never change. At least, for me =)Saya baru aja sms-an sama dia.

0 komentar:

Posting Komentar