Saya merasa kamu masih disana. Di luar sana. Di depan pintu rumah. Menunggu saya keluar, membukakan pintu. Serius. Saya merasa kamu masih ada. Waktu nyaris 7 tahun ini bukanlah apa. Kamu mungkin saja sekolah di luar kota. Dan kamu pasti kembali, kesini.
Setidaknya sekali saja, saya bisa bertemu kamu, secara tidak sengaja. Mungkin kita bisa bertemu di salah satu warung kopi, kamu sedang bersama entah siapa dan saya duduk sendirian, menunggu teman saya yang terlambat datang. Lalu kamu melihat saya dan memutuskan menghampiri saya. Kamu memanggil nama saya. Ya. Nama saya. Sudah lama sekali saya tidak mendengarnya. Nama saya dan kalimat itu. Sehari entah berapa kali kamu bisa menyebutkan kalimat itu jika kita sedang bersama.
Atau mungkin kita dapat berjumpa di lampu merah. Tiba-tiba kamu sedang di jalan yang sama dengan saya, walaupun tujuan kita berbeda. Setidaknya kamu disana, membuka kaca helm kamu lalu mengagetkan saya dengan guncangan di pundak. Kamu melakukannya karena saya tidak mendengar panggilan kamu. Saya memakai earphone saya dan sedang mendengarkan Waiting For The End milik Linkin Park. Kamu tahu kan saya sangat suka Linkin Park?
Atau mungkin saat itu saya sedang di tempat peminjaman komik dan novel. Tiba-tiba kamu menghampiri saya, menanyakan dengan siapa saya pulang. Saya jawab saya tidak pulang dengan sesiapapun. Dan akhirnya kamu menawarkan jasa mengantar saya pulang
Mungkin kita dapat bertemu dimana saja. Bahkan di mimpi. Kamu menyapa saya. Saya bertanya apa yang kamu lakukan disini. Dan kamu menjawab, agak marah, bahwa saya tidak seharusnya bertanya demikian. Kamu datang karena ingin bertemu saya. Saya sangak. Ya. Sangak. Karena saya merasa kamu tidak seharusnya disini.
Kamu. Saya. Berbeda.
Setidaknya wujud kita saat ini. Juga dunia.
Edelweise dari kamu, saya enggak tahu dimana sekarang. Yang tinggal hanya foto ini. Maaf.
0 komentar:
Posting Komentar