Kemarin sore saya ngegembel. Bisa dibilang ngegembel nanggung. Mulai jam setengah 5 selesai setengah 7. Cuma 2 jam aja. Ngegembel kemarin sore memang bukan ngegembel yang gimana-gimana. Enggak sedahsyat biasanya. Dan planning-nya juga enggak begitu mateng. Enggak seperti ngegembel yang udah-udah.
Saya awalnya hanya mengajak dua orang teman saya untuk nangkring manis di Tower dan ngomongin orang-orang. Hahaha…sometimes we need some kind of that stuff. Saya hanya lagi bosan. Maka, saya pikir enggak akan ada ruginya kalau saya mengajak dua orang ini. Dan keduanya harus bisa. Karena kalo hanya salah satu yang bisa, rasanya kurang klop.
Namun, salah seorang dari mereka nyeletuk untuk ngegembel. Menurutnya itu timing yang pas karena Tower adalah salah satu tempat paling keren untuk nongkrong. Disana kita bisa mendapatkan pemandangan gimana status sosial seseorang dan pantes atau enggaknya mereka untuk digebet berdasarkan pakaian dan kendaraan yang mereka pakai.
Hanya itu rencana awalnya. Menggembel di Tower. Saya siapkan outfit saya. Jins jaman SMU saya. Jins itu jins laki-laki dan sampai sekarang masih juga kepanjangan untuk saya. Jins yang sudah sangat-amat lusuh. Kaos lengan pendek dan jaket kedodoran yang seringnya saya pake kalo sepedaan pagi-pagi. Juga sandal jepit merek Swallow seharga Rp. 7.500 sepasang dan duit Rp. 10.000. Maka, berangkatlah saya menjeput salah satu teman saya di kampung sebelah.
Saya liatin outfit temen saya itu. Kok enggak beda sama biasanya? Saya suruh aja dia ganti sama yang lebih gembel. Eh, begitu dia ganti, enggak begitu berubah. Saya nyengir aja. Ya udah, daripada kelamaan. Berangkatlah kami.
Saya parkirin motor saya di Taman Sari supaya makin keliatan gembelnya. Ke Tower jalan kaki. Juga untuk melihat reaksi orang-orang yang melihat dua perempuan berpenampilan seperti itu.Begitu sampai, ternyata temen saya yang satunya lagi udah nangkring manis disana. Dan saya rasa dia yang terparah di antara kami. Dia pake trening merah dan oblong supak. Tapi sepertinya itu enggak begitu diitung. Pasalnya dia laki-laki. Dan laki-laki sudah biasa berpenampilan seperti itu.
Kesian, Pak. Kesian, Bu. Udah seminggu belum makan pizza.
Celingak-celinguk. Nengok ke kiri – nengok ke kanan. Memperhatikan setiap orang. Tapi enggak banyak yang bisa jadi bahan untuk dibicarakan karena ternyata sore itu Tower lebih dipadati oleh anak-anak SKULL, pendukung Persiraja. Lalu temen saya mengajak ke Museum Tsunami saja. Yak. Berangkatlah kami kesana. Tapi hanya berdua. Dan masih berjalan kaki. Juga masih menghitung orang-orang yang menatap aneh.
Museum Tsunami selalu dipenuhi pengunjung. Apalagi sore dan itu hari libur. Saya dan temen saya masuk, muter-muter enggak jelas. Berfoto ria. Tukang sampah yang sedang ngeberesin sampah ngeliatin melulu. Mungkin dia mikir kami sedang ngadain survei dan mau ngambil lahannya.
Yah, kebelet, Bang. Maaf yak?
Akhirnya saya berhasil foto untuk pertama kalinya di toilet pria.
Akhirnya perjalanan ngegembel saya selesai bersamaan dengan jam menunjukkan setengah 7. Saya dan temen saya memutuskan untuk pulang. Dan kami telah merencanakan ngegembel yang lebih hebat selanjutnya.
Total yang ngeliatin dua perempuan bergembel ria adalah 24 orang. Mereka ngeliatin dari ujung kaki sampe ujung kepala, berulang kali.
Saya harap ngegembel selanjutnya mengalami peningkatan.
0 komentar:
Posting Komentar